Syiah Rafidhah merupakan sebuah virus kuman bakteri yang
menginfeksi di dalam tubuh kaum Muslimin, di mana mereka (Syiah Rafidhah) akan senantiasa
memberikan mudharat (bahaya) di setiap zaman dan tempat dalam melemahkan daya tahan
pertahanan kaum Muslimin di seluruh negeri.
Bahkan mereka (Syiah Rafidhah) tidak akan segan-segan untuk melakukan
kerjasama dengan musuh-musuh Islam dalam membantai kaum Muslimin dengan
menyerahkan negeri-negeri kaum Muslimin kepada kaum kuffar untuk saling berbagi,
yakni sebagian milik mereka (Syiah Rafidhah) dan sebagian lainnya milik kaum
kafirin. Hal ini (pengkhianatan-pengkhianatan Syiah Rafidhah) telah terekam
dalam sejarah dari zaman dahulu hingga sekarang.
Dan pada setiap tempat jua, mereka (Syiah Rafidhah) akan senantiasa
mencari kesempatan untuk bangkit kembali dalam menguasai negeri-negeri kaum
Muslimin, sehingga negeri-negeri kaum kuffar tidak akan dijamah sedikitpun oleh
mereka (Syiah Rafidhah) dikarenakan bagi mereka (Syiah Rafidhah) jihad melawan
orang-orang kafir adalah tidak disyari’atkan hingga datangnya al-Qaim al-Masih
ad-Dajjal Imam Mahdi al-Muntazhar Syiah Rafidhah, dikarenakan jihadnya akan
sia-sia seperti anak burung yang baru belajar terbang namun jatuh ke atas tanah
yang kemudian akan dimainkan oleh anak-anak kecil.
مثل
من خرج منا أهل البيت قبل قيام القائم مثل فرخ طار ووقع في كوة فتلاعبت به الصبيان
بحار
الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٥٢ - الصفحة ١٣٩
Perumpamaan orang yang keluar (berjihad) dari golongan kami
Ahlul Bait sebelum kemunculan al-Qaim (Imam Mahdi Syiah) adalah seperti anak
burung yang terbang lalu terjatuh dari atas, kemudian dimainkan oleh anak-anak.
[Bihar al-Anwar 52/139, al-Majlisi Pendeta Syiah
Rafidhah]
[shiaonlinelibrary.com/الكتب/1483_بحار-الأنوار-العلامة-المجلسي-ج-٥٢/الصفحة_141]
Adalah Sultan Shalahuddin al-Ayyubi, seorang pahlawan besar
Islam dalam melawan Salibis Eropa serta membebaskan Baitul Maqdis Masjidil
Aqsha Palestina dari cengkraman kaum kuffar. Namun apakah teman-teman
mengetahui bahwasanya Sultan Shalahuddin al-Ayyubi sebelum membebaskan Baitul
Maqdis Palestina, beliau menumpas habis terlebih dahulu Daulah ‘Ubaidiyyah
Syiah al-Fathimiyyah hingga tidak tersisa sedikitpun syiar-syiar agama Syiah
Rafidhah di seluruh penjuru negeri kaum Muslimin.
Oleh karena itu, para penganut agama Syiah Rafidhah sangat
membenci Shultan Shalahuddin al-Ayyubi dengan memberikan gelar sebagai
Nawashib.
و
من النواصب محمد بن عبد الوهاب وابن تيمية الحراني وابن الجوزي وابن كثير و الذهبي
ومعاوية وابن العاص والمغيرة ومروان وزياد بن أبيه والحجاج والمتوكل وصلاح الدين
الأيوبي وصدام
Dan di
antara Nawashib adalah Muhammad bin Abdul Wahhab, Ibnu Taimiyah
al-Harrani, Ibnul Jauzi, Ibnu Katsir, Adz-Dzahabi, Mu’awiyah, Ibnul ‘Aash,
al-Mughirah, Marwan, Ziyad bin Abih, Hajjaj, al-Mutawakkil, Shalahuddin
al-Ayyubi dan Shaddam.
[Al-Wahabiyyun Khawarij, Najah ath-Tha’iy Pendeta Syiah
Rafidhah]
Sedangkan Nawashib/Nashibi bagi Syiah Rafidhah adalah Kafir
Najis yang harus dibunuh.
إنهم
كفار أنجاس بإجماع علماء الشيعة الإمامية, وإنهم شرّ من اليهود والنصارى, وإن من
علامات الناصبي تقديم غير علي عليه في الإمامة
الأنوار
النعمانية/ 206,207
Sesungguhnya mereka (Nashibi) adalah Kafir Najis
dengan kesepakatan (ijma’) para Ulama Syiah Imamiyyah, dan sesungguhnya mereka (Nashibi)
adalah lebih buruk dari Yahudi dan Nashrani, dan sesungguhnya ciri-ciri
dari Nashibi adalah mendahulukan selain ‘Aliy ‘alaihi
dalam hal Imamah.
[Al-Anwar an-Nu’maniyyah 206-207, Ni’matullah al-Jazairiy
Pendeta Syiah Rafidhah]
[www.shiaweb.org/books/llah_llhaq_2/pa19.html]
قلت
لأبي عبد الله عليه السلام: ما تقول في قتل الناصب؟ قال: حلال الدم أتقي عليك فان
قدرت أن تقلب عليه حائطا أو تغرقه في ماء لكي لا يشهد به عليك فافعل, قلت: فما ترى
في ماله؟ قال توه ما قدرت عليه
بحار
الأنوار - العلامة المجلسي - ج ٢٧ - الصفحة ٢٣١
Aku bertanya kepada Abu ‘Abdillah ‘alaihi Salam, “Bagaimana
pendapatmu mengenai membunuh Nashibi?” ia menjawab, “Halal darahnya
serta berhati-hatilah, jika engkau mampu merubuhkan tembok ke atasnya atau
menenggelamkannya ke dalam air sehingga tidak ada yang menyaksikan pembunuhanmu
maka lakukanlah. Aku bertanya, “Lalu bagaimana dengan hartanya?”
ia menjawab, “Habiskanlah jika engkau mampu.”
[Bihar al-Anwar 27/231, al-Majlisi Pendeta Syiah
Rafidhah]
[shiaonlinelibrary.com/الكتب/1458_بحار-الأنوار-العلامة-المجلسي-ج-٢٧/الصفحة_233]
[-] Sultan Shalahuddin al-Ayyubi lahir di kastil Tikrit Irak
pada tahun 532 Hijriyyah.
سنة
ثنتين وثلاثين وخمسمائة
Tahun 532 Hijriyah
وفيها
ولد للسلطان الناصر صلاح يوسف بن أيوب بن شاري بقلعة تكريت.
Dan pada tahun ini (532 Hijriyah), lahirlah seorang Sulthan
an-Nashir Shalah Yusuf bin Ayyub bin (Syadzi) di kastil Tikrit.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/264, al-Hafizh Ibnu Katsir]
[-] Sultan Shalahuddin al-Ayyubi memiliki sifat-sifat yang
terpuji dengan ciri-ciri fisik yang kuat serta kecerdasan yang sangat luar
biasa, namun sederhana dalam hidupnya.
وقد
كان متقللاً في ملبسه، ومأكله ومركبه، وكان لا يَلْبَسُ إِلَّا الْقُطْنَ
وَالْكَتَّانَ وَالصُّوفَ، وَلَا يُعْرَفُ أنه تخطى إلى مكروه، ولا سيما بَعْدَ
أَنْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ بِالْمُلْكِ، بَلْ كان همه الأكبر ومقصده الأعظم
نصره الإسلام، وكسر أعدائه اللئام، وكان يعمل رأيه في ذلك وحده، ومع من يثق به
ليلاً ونهاراً،
Ia (Sulthan Shalahuddin al-Ayyubi) sangat sederhana dalam
pakaian dan makanan serta kendaraannya, ia tidak pernah mengenakan pakaian
kecuali hanya yang terbuat dari katun dan wol saja ataupun pernah terlihat
melakukan perkara makruh terutama semenjak Allah mengaruniakan kekuasaan
kepadanya. Namun, perhatian dan tujuan terbesarnya adalah membela Islam dan
menghancurkan musuh-musuhnya yang jahat. Ia selalu berpikir dalam mencapai
tujuannya tersebut bersama orang yang ia percayai dalam mengutarakan
pendapatnya, baik siang dan malam.
وَهَذَا
مَعَ مَا لَدَيْهِ مِنَ الْفَضَائِلِ وَالْفَوَاضِلِ، وَالْفَوَائِدِ
الْفَرَائِدِ، فِي اللُّغَةِ وَالْأَدَبِ وَأَيَّامِ النَّاسِ، حَتَّى قِيلَ
إِنَّهُ كَانَ يَحْفَظُ الْحَمَاسَةَ بِتَمَامِهَا، وَكَانَ مُوَاظِبًا عَلَى
الصَّلَوَاتِ فِي أَوْقَاتِهَا فِي الجماعة، يُقَالُ إِنَّهُ لَمْ تَفُتْهُ
الْجَمَاعَةُ فِي صَلَاةٍ قَبْلَ وَفَاتِهِ بِدَهْرٍ طَوِيلٍ، حَتَّى وَلَا فِي
مَرَضِ مَوْتِهِ، كَانَ يَدْخُلُ الْإِمَامُ فَيُصَلِّي بِهِ، فكان يتجشم القيام
مع ضعفه،
Ia (Sulthan Shalahuddin al-Ayyubi) memiliki berbagai
keutamaan, yakni keunggulannya dalam bidang bahasa, sastra dan sejarah. Bahkan
dikatakan bahwasanya ia menghafal kitab al-Hamasah secara keseluruhan. Ia
selalu menjaga shalat pada waktunya dengan berjama’ah, serta dikatakan
bahwasanya ia tidak pernah terlewatkan shalat jama’ah (hingga) sebelum wafatnya
selama hidupnya. Bahkan begitu pula ketika dalam keadaan sakit menjelang
wafatnya, ia (meminta) Imam masuk (kamarnya) dan melaksanakan shalat
bersamanya. Ia memaksakan diri untuk berdiri meskipun ia dalam keadaan sangat
lemah.
وَكَانَ
يَفْهَمُ مَا يُقَالُ بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْبَحْثِ وَالْمُنَاظَرَةِ،
وَيُشَارِكُ فِي ذَلِكَ مُشَارَكَةً قَرِيبَةً حَسَنَةً، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ
بِالْعِبَارَةِ الْمُصْطَلَحِ عَلَيْهَا، وَكَانَ قَدْ جَمَعَ لَهُ الْقُطْبُ
النَّيْسَابُورِيُّ عَقِيدَةً فَكَانَ يَحْفَظُهَا وَيُحَفِّظُهَا مَنْ عَقَلَ
مِنْ أَوْلَادِهِ،
Ia (Sulthan Shalahuddin al-Ayyubi) memahami kajian dan
munadzharah yang berlangsung di hadapannya, dan ikut terlibat di dalamnya
secara intensif yang tidak dapat diungkapkan dengan istilah yang sesuai.
Al-Quthb an-Naisaburi menghimpunkan untuknya sebuah kitab Aqidah, lalu ia
menghafalnya dan menyimpannya serta mengajarkan ke anak-anaknya.
وكان
يحب سماع القرآن والحديث والعلم، ويواظب على سماع الحديث، حتى أنه يسمع في بعض
مصافه جزء وَهُوَ بَيْنَ الصَّفَّيْنِ فَكَانَ يَتَبَجِّحُ بِذَلِكَ وَيَقُولُ
هَذَا مَوْقِفٌ لَمْ يَسْمَعْ أَحَدٌ فِي مِثْلِهِ حَدِيثًا،
Ia (Sulthan Shalahuddin al-Ayyubi) senang menyimak al-Qur’an
dan al-hadits serta ilmu. Dan secara berkelanjutan menyimak hadits, hingga ia
menyimaknya di sebagian shaf-shaf (barisan perang) sebanyak 1 (satu) juz dan ia
berada di dalam shaf-shaf tersebut. Ia membanggakannya seraya berkata, “Ini
adalah situasi di mana tidak ada seorang pun yang menyimak hadits dalam situasi
seperti ini.”
وَكَانَ
رَقِيقَ الْقَلْبِ سَرِيعَ الدَّمْعَةِ عِنْدَ سَمَاعِ الْحَدِيثِ، وكان كثير
التعظيم لشرائع الدين.
Ia (Sulthan Shalahuddin al-Ayyubi) memiliki hati yang lembut
dan mudah menangis pada saat menyimak hadits serta sangat mengagungkan
syiar-syiar agama.
وكان
مِنْ أَشْجَعِ النَّاس وَأَقْوَاهُمْ بَدَنًا وَقَلْبًا، مَعَ مَا كَانَ يَعْتَرِي
جِسْمَهُ مِنَ الْأَمْرَاضِ وَالْأَسْقَامِ، ولا سيما في حصار عَكَّا، فَإِنَّهُ
كَانَ مَعَ كَثْرَةِ جُمُوعِهِمْ وَأَمْدَادِهِمْ لَا يَزِيدُهُ ذَلِكَ إِلَّا
قُوَّةً وَشَجَاعَةً،
Ia (Sulthan Shalahuddin al-Ayyubi) adalah orang yang paling
berani dan paling kuat fisik serta hatinya. Meskipun tubuhnya pernah diserang
berbagai penyakit, terutama ketika mengepung ‘Akka. Dan sesungguhnya semakin
banyak dan besar jumlah (musuhnya), maka tidaklah bertambah kecuali kekuatan
dan keberaniannya.
[Al-Bidayah wa
an-Nihayah 13/8, al-Hafizh Ibnu Katsir]
[-] Sebelum membebaskan Baitul Maqdis al-Aqsha Palestina,
Sultan Shalahuddin al-Ayyubi membinasakan Daulah ‘Ubaidiyyah Syiah
al-Fathimiyyah terlebih dahulu di mana Daulah
‘Ubaidiyyah Syiah al-Fathimiyyah telah berkuasa selama 280 tahun lebih yang di
dalamnya terdapat keburukan, kerusakan, kemungkaran dan bid’ah.
وَقَدْ
كَانَتْ مُدَّةُ مُلْكِ الْفَاطِمِيِّينَ مِائَتَيْنِ وثمانين سنة وكسراً ، فصاروا
كأمس الذاهب كَأَنْ لَمْ يَغْنَوْا فِيهَا.
وَكَانَ
أَوَّلَ مَنْ مَلَكَ مِنْهُمُ الْمَهْدِيُّ، وَكَانَ مِنْ سَلَمْيَةَ حَدَّادًا
اسْمُهُ عبيد، وَكَانَ يَهُودِيًّا، فَدَخَلَ بِلَادَ الْمَغْرِبِ وَتَسَمَّى
بِعُبَيْدِ اللَّهِ، وَادَّعَى أَنَّهُ شَرِيفٌ عَلَوِيٌّ فَاطِمِيٌّ، وَقَالَ عن
نفسه أنه المهدي كما ذكر ذلك غير واحد من العلماء والأئمة بَعْدَ
الْأَرْبَعِمِائَةِ
Kerajaan Fathimiyyah (Syiah) berkuasa selama 280 tahun
kemudian binasa, mereka menjadi seperti masa sebelum (kemunculannya) yaitu
hilang keberadaanya tanpa berbekas sedikitpun. Orang yang pertama berkuasa dari
mereka adalah al-Mahdi, ia berasal dari Salamyah sebagai pandai besi, namanya
adalah ‘Ubaid dan beragama Yahudi. Kemudian ia (‘Ubaid al-Mahdi) memasuki
negeri al-Maghrib dan menamai dirinya dengan ‘Ubaidillah dan mengaku bahwasanya
ia adalah Syarif ‘Alawi Fathimiy (keturunan Ahlul Bait dari jalur Fathimah). Ia
mengaku sebagai al-Mahdi sebagaimana yang disebutkan oleh lebih dari satu Ulama
dan Imam setelah tahun 400 Hijriyah.
وَالْمَقْصُودُ أَنَّ هَذَا الدَّعِيَّ
الْكَذَّابَ رَاجَ لَهُ مَا افْتَرَاهُ فِي تِلْكَ الْبِلَادِ، وَوَازَرَهُ جماعة
من الجهلة، وَصَارَتْ لَهُ دَوْلَةٌ وَصَوْلَةٌ، ثُمَّ تَمَكَّنَ إِلَى أَنْ بَنَى
مَدِينَةً سَمَّاهَا الْمَهْدِيَّةَ نِسْبَةً إِلَيْهِ، وَصَارَ مَلِكًا مُطَاعًا،
يُظْهِرُ الرَّفْضَ وَيَنْطَوِي عَلَى الْكُفْرِ الْمَحْضِ.
Maksudnya bahwa klaim dusta (‘Ubaid al-Mahdi) ini laku
tersebar dan telah didesign di wilayah tersebut. Ia juga dikunjungi oleh
orang-orang bodoh, sehingga menjadi Daulah dan berkuasa. Kemudian mampu
membangun sebuah kota yang bernama Mahdiyyah, yaitu nisbat kepadanya. Ia
menjadi raja yang ditaati, menampakkan penolakan dan menyembunyikan kekufuran
yang murni (Syiah al-Bathiniyyah).
ثُمَّ
كَانَ مِنْ بَعْدِهِ ابْنُهُ القائم محمد، ثم ابنه المنصور إسماعيل، ثم ابنه المعز
معد، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ دَخَلَ دِيَارَ مِصْرَ مِنْهُمْ، وبنيت له القاهرة
المعزية والقصران، ثم ابنه العزيز نزار، ثم ابنه الحاكم منصور، ثم ابنه الظاهر
علي، ثم ابنه المستنصر معد، ثم ابنه المستعلي أحمد، ثم ابنه الآمر منصور، ثم ابن
عمه الحافظ عبد المجيد، ثم ابنه الظافر إسماعيل، ثم الفائز عيسى، ثم ابن عمه
العاضد عبد الله وَهُوَ آخِرُهُمْ، فَجُمْلَتُهُمْ أَرْبَعَةَ عَشَرَ مَلِكًا،
وَمُدَّتَهُمْ مِائَتَانِ وَنَيِّفٌ وَثَمَانُونَ سَنَةً،
Kemudian ia (‘Ubaid al-Mahdi) digantikan setelahnya oleh anaknya
yaitu al-Qaim Muhammad, kemudian (digantikan secara berurutan) oleh al-Manshur
Isma’il, al-Mu’iz Ma’ad dan ia orang yang pertama dari mereka (Raja Daulah
‘Ubaidiyyah Syiah al-Fathimiyyah) yang masuk ke Mesir dan membangun Kairo
al-Mu’izziyah serta membangun istananya, kemudian al-‘Aziz Nizar, al-Hakim
Manshur, adz-Dzahir ‘Aliy, al-Mustanshir Ma’ad, al-Musta’liy Ahmad, al-Amir
Manshur, kemudian al-Hafizdh ‘Abdil Majid, adz-Dzhafir Isma’il, al-Faiz ‘Isa,
al-‘Adhid Abdillah dan ia merupakan (Raja Daulah ‘Ubaidiyyah Syiah
al-Fathimiyyah) yang terakhir di antara mereka. Jumlah mereka sebanyak 14 raja,
periode (kekuasaan) mereka selama 280 (dua ratus delapan puluh) tahun lebih.
وقد
كان الفاطميون أغنى الخلفاء وأكثرهم مالاً، وكانوا من أغنى الْخُلَفَاءِ
وَأَجْبَرِهِمْ وَأَظْلِمِهِمْ، وَأَنْجَسِ الْمُلُوكِ سِيرَةً، وَأَخْبَثِهِمْ
سَرِيرَةً، ظَهَرَتْ فِي دَوْلَتِهِمُ الْبِدَعُ وَالْمُنْكَرَاتُ وَكَثُرَ أَهْلُ
الْفَسَادِ وَقَلَّ عِنْدَهُمُ الصَّالِحُونَ مِنَ الْعُلَمَاءِ والعباد،
Al-Fathimiyyah (Syiah) merupakan Khalifah yang paling banyak
kekayaan hartanya, mereka termasuk Khalifah yang paling kaya, paling kejam,
paling zhalim, dengan sejarah kerajaan yang paling kotor dan berperilaku paling
keji. Di dalam Daulahnya muncul bid’ah dan kemungkaran serta banyak orang-orang
yang berbuat kerusakan. Sedikit sekali orang-orang shalih dari ulama dan ahli
ibadah yang berada di antara mereka.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/331-332, al-Hafizh Ibnu
Katsir]
[-] Masuknya Tentara Romawi ke Halab (Aleppo) ketika Daulah
‘Ubaidiyyah Syiah al-Fathimiyyah berkuasa atas Syam dan Mesir.
سَنَةُ
إِحْدَى وَخَمْسِينَ وثلثمائة
Tahun 351 Hijriyah
كان
دخول الروم إلى حلب صحبة الدمستق ملك الروم لعنه الله، فِي مِائَتَيْ أَلْفِ
مُقَاتِلٍ،
Masuknya Romawi ke Halab yang dipimpin oleh ad-Damastaq Raja
Romawi –semoga Allah melaknatnya- dengan 100.000 (seratus ribu) pasukan.
وفيها
كتبت العامة من الروافض على أبوب المساجد لعنة مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وكتبوا أيضاً: ولعن الله من غصب فاطمة حقها، وكانوا يلعنون
أبا بكر وَمَنْ أَخْرَجَ الْعَبَّاسَ مِنَ الشُّورَى، يَعْنُونَ عُمَرَ، وَمَنْ
نَفَى أَبَا ذَرٍّ - يَعْنُونَ عُثْمَانَ - رَضِيَ الله عن الصحابة، وعلى من لعنهم
لعنة الله، ولعنوا من منع من دَفْنَ الْحَسَنِ عِنْدَ جَدِّهِ يَعْنُونَ مَرْوَانَ
بْنَ الحكم، ولما بلغ ذلك جميعه مُعِزَّ الدَّوْلَةِ لَمْ يُنْكِرْهُ وَلَمْ
يُغَيِّرْهُ، ثُمَّ بلغه أن أهل السنة محوا ذلك وكتبوا عوضه لَعَنَ اللَّهُ
الظَّالِمِينَ لِآلِ مُحَمَّدٍ مِنَ الْأَوَّلِينَ والآخرين، والتصريح باسم معاوية
في اللعن، فأمر بكتب ذلك، قبحه الله وقبح شيعته من الروافض،
Pada tahun ini (351 Hijriyah) orang-orang awam dari kalangan
Rafidhah menuliskan pada pintu-pintu Masjid “Laknat atas Mu’awiyyah bin Abi
Sufyan Radhiyallahu ‘anhu”. Dan mereka menuliskan juga “Laknat Alllah terhadap
orang yang mengganggu haknya Fathimah”. Sesungguhnya mereka melaknat Abu Bakar dan
orang yang mengeluarkan al-‘Abbas dari Syura maksudnya adalah ‘Umar serta orang
yang menafikan Abu Dzar maksudnya adalah ‘Utsman semoga Allah meridhai para
Shahabat -laknat Allah atas mereka (Syiah Rafidhah)- Mereka melaknat orang yang
mencegah pemakaman al-Hasan di samping kakeknya maksudnya adalah Marwan bin
al-Hakam. Tatkala peristiwa di masyarakat ini sampai kepada Mu’iz Daulah, ia
tidak mengingkarinya dan tidak mengubahnya. Kemudian tatkala telah sampai
kepadanya (Mu’iz Daulah) bahwasanya Ahlus Sunnah menghapusnya, maka mereka
(Syiah Rafidhah) menggantinya dengan “Laknat Allah atas orang-orang yang dzalim
terhadap keluarga Muhammad dari awal hingga akhir,” dan menyatakan dengan jelas
nama Mu’awiyyah dalam pelaknatan, ia (Mu’iz Daulah) memerintahkan demikian.
–semoga Allah memburukkannya dan memburukkan Syiahnya dari kalangan Rafidhah-
وَكَذَلِكَ
سَيْفُ الدَّوْلَةِ بْنُ حَمْدَانَ بِحَلَبَ فِيهِ تشيع وميل إلى الروافض، لاجرم
إن الله لا ينصر أمثال هؤلاء، بل يديل عَلَيْهِمْ أَعْدَاءَهُمْ لِمُتَابَعَتِهِمْ
أَهْوَاءَهُمْ، وَتَقْلِيدِهِمْ سَادَتَهُمْ وَكُبَرَاءَهُمْ وآباءهم وتركهم
أنبياءهم وعلماءهم، ولهذا لما ملك الفاطميون بلاد مصر والشام، وكان فيهم الرفض
وغيره، استحوذ الفرنج على سواحل الشام وبلاد الشام كلها، حتى بيت المقدس، وَلَمْ
يَبْقَ مَعَ الْمُسْلِمِينَ سِوَى حَلَبَ وَحِمْصَ وحماة ودمشق وبعض أعمالها،
Dan begitu juga dengan Saifuddaulah bin Hamdan di Halab, ia
seorang Tasyayu’ (Syiah) dan condong kepada Rawafidh (Syiah Rafidhah). Maka
tidaklah mengherankan jika Allah tidak memberikan pertolongan kepada
orang-orang seperti mereka, bahkan dikuasai oleh musuh-musuh dikarenakan
mengikuti hawa nafsu mereka, taklid kepada pemuka, pembesar dan nenek moyang
mereka serta meninggalkan para Nabi dan Ulama. Oleh karena itulah, ketika
al-Fathimiyyun (Syiah) menguasai negeri Mesir dan Syam dan meninggalkan
selainnya. Orang-orang Salibis Eropa menguasai pesisir Syam dan negeri Syam
seluruhnya hingga Baitul Maqdis. Maka tidak ada yang tersisa bagi kaum Muslimin
kecuali hanya Halab (Aleppo), Hims (Homs), Hamah, Dimasyq (Damaskus) dan
sebagian pegawainya.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 11/274, al-Hafizh Ibnu Katsir]
[-] Jatuhnya Baitul Maqdis
سنة
ثنتين وتسعين وأربعمائة
Tahun 492 Hijriyah
لَمَّا
كَانَ ضُحَى يَوْمَ الْجُمُعَةِ لِسَبْعٍ بَقِينَ مِنْ شَعْبَانَ سَنَةَ
ثِنْتَيْنِ وَتِسْعِينَ وأربعمائة، أخذت الفرنج. لعنهم الله بيت المقدس شرفه الله،
وكانوا في نحو ألف ألف مقاتل، وقتلوا في وسطه أزيد من ستين أَلْفَ قَتِيلٍ مِنَ
الْمُسْلِمِينَ،
Pada waktu dhuha di hari Jum’at tujuh hari tersisa dari
bulan Sya’ban tahun 492 Hijriyah, Salibis Eropa –semoga Allah melaknat mereka-
menguasai Baitul Maqdis yang dimuliakan oleh Allah. Mereka berjumlah sekitar
1.000.000 (satu juta) pasukan, mereka membantai di tengah-tengah pertempuran
sebanyak lebih dari 60.000 (enam puluh ribu) pasukan kaum Muslimin.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/191-192, al-Hafizh Ibnu
Katsir]
Dimulailah kisah Sultan Shalahuddin al-Ayyubi dalam membinasakan Daulah ‘Ubaidiyyah Syiah al-Fathimiyyah 67 tahun kemudian...
[-] Terjadi perselisihan di dalam Daulah ‘Ubaidiyyah Syiah
al-Fathimiyyah antara Raja al-‘Adhid & Dhirgham (Wazirnya al-‘Adhid) dengan
ex-wazir (menteri)-nya yaitu Syawar, kemudian dimanfaatkan oleh kaum Muslimin
yang diperintah oleh Nuruddin untuk menaklukkan Daulah ‘Ubaidiyyah Syiah
al-Fathimiyyah di Mesir.
وَأَظْهَرَ
بِبِلَادِهِ السُّنَّةَ وَأَمَاتَ الْبِدْعَةَ، وَأَمَرَ بِالتَّأْذِينِ بِحَيِّ
عَلَى الصَّلَاةِ حَيِّ عَلَى الْفَلَاحِ، وَلَمْ يَكُنْ يُؤَذَّنُ بِهِمَا فِي
دَوْلَتِي أَبِيهِ وَجَدِّهِ، وَإِنَّمَا كَانَ يُؤَذَّنُ بِحَيِّ عَلَى خَيْرِ
الْعَمَلِ لِأَنَّ شِعَارَ الرَّفْضِ كَانَ ظَاهِرًا بِهَا،
Ia (Nuruddin) menampakkan di negerinya dengan Sunnah dan
mematikan bid’ah. Ia memerintahkan mengumandangkan adzan dengan (kalimat)
“Hayya ‘alash shalah, hayya ‘alal fallah,” yang di mana kedua kalimat adzan ini
tidak dikumandangkan pada masa Daulah ayah dan kakeknya, melainkan dengan
mengumandangkan adzan dengan (kalimat) “Hayya ‘ala khairil ‘amal,” karena pada saat itu syiar Rafidhah telah
nampak di negerinya (Damaskus).
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/344, al-Hafizh Ibnu Katsir]
سنة
تسع وخمسين وخمسمائة
Tahun 559 Hijriyah
فَخَرَجَ
شَاوَرُ مِنَ الدِّيَارِ الْمِصْرِيَّةِ هارباً من العاضد ومن ضرغام، ملتجئاً إلى
نور الدين محمود،
Syawar (ex-Wazir Daulah ‘Ubaidiyyah Syiah al-Fathimiyyah) pergi
dari negeri Mesir untuk melarikan diri dari al-Adhid dan Dhirgham menuju ke
Nuruddin Mahmud.
وطلب
شاور منه عسكراً ليكونوا معه ليفتح بهم الديار المصرية، وليكون لِنُورِ الدِّينِ
ثُلُثُ مُغَلِّهَا، فَأَرْسَلَ مَعَهُ جَيْشًا عليه أسد الدين شيركوه بن شادي،
Syawar meminta darinya (Nuruddin Mahmud) sebuah pasukan
bersamanya untuk menaklukkan negeri Mesir, dengan (komitmen memberikan)
Nuruddin 1/3 (sepertiga) hasil rampasan perangnya. Kemudian (Nuruddin) mengirimkan
pasukan bersamanya yang dipimpin oleh Asaduddin Syirkuh bin Syadzi.
فَلَمَّا
دَخَلُوا بِلَادَ مِصْرَ خَرَجَ إِلَيْهِمُ الْجَيْشُ الَّذِينَ بِهَا
فَاقْتَتَلُوا أَشَدَّ الْقِتَالِ، فَهَزَمَهُمْ أَسَدُ الدِّينِ وَقَتَلَ
مِنْهُمْ خَلْقًا، وَقَتَلَ ضِرْغَامَ بْنَ سَوَّارٍ وَطِيفَ بِرَأْسِهِ فِي
الْبِلَادِ، وَاسْتَقَرَّ أَمْرُ شَاوَرَ فِي الْوِزَارَةِ، وَتَمَهَّدَ حَالُهُ،
ثُمَّ اصْطَلَحَ العاضد وشاور على أسد الدين، ورجع عَمًّا كَانَ عَاهَدَ عَلَيْهِ
نُورَ الدِّينِ، وَأَمَرَ أَسَدَ الدِّينِ بِالرُّجُوعِ فَلَمْ يَقْبَلْ مِنْهُ،
Tatkala mereka memasuki negeri Mesir, keluarlah sebuah
pasukan menuju mereka sehingga terjadilah pertempuran yang sengit. Akhirnya
Asaduddin berhasil mengalahkan mereka dan menewaskan mereka dalam jumlah yang
banyak, serta membunuh Dhirgham bin Sawwar seraya mengarak kepalanya keliling negeri.
Dengan demikian Syawar kembali kepada posisinya sebagai Wazir, kemudian
Asaduddin mengarahkan al-‘Adhid dan Syawar (berdamai). (Syawar) menarik
janjinya kepada Nuruddin dan memerintahkan Asaduddin untuk pulang, namun ia
(Asaduddin) tidak menerima perintahnya.
وَعَاثَ
فِي الْبِلَادِ، وَأَخَذَ أَمْوَالًا كَثِيرَةً، وَافْتَتَحَ بُلْدَانًا كَثِيرَةً
مِنَ الشَّرْقِيَّةِ وَغَيْرِهَا، فَاسْتَغَاثَ شَاوَرُ عَلَيْهِمْ بِمَلِكِ
الْفِرِنْجِ الَّذِي بِعَسْقَلَانَ، وَاسْمُهُ مُرِّيٌّ، فَأَقْبَلَ فِي خَلْقٍ
كَثِيرٍ فَتَحَوَّلَ أَسَدُ الدِّينِ إِلَى بِلْبِيسَ
Ia (Asaduddin) melampiaskannya dengan memberikan kerugian di
negeri tersebut, dan merampas hartanya yang sangat banyak serta menaklukkan
banyak negeri seperti Syarqiyyah dan selainnya. Kemudian Syawar (Wazir Daulah ‘Ubaidiyyah
Syiah al-Fathimiyyah) meminta bantuan kepada Raja Salibis Eropa yang berada di
‘Asqalan, namanya adalah Murriy. Akhirnya (Murriy) datang dengan pasukan besar,
sehingga menjadikan Asaduddin pindah menuju Bilbis.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/308, al-Hafizh Ibnu Katsir]
[-] Kaum Muslimin bertempur melawan Daulah ‘Ubaidiyyah Syiah
al-Fathimiyyah yang dibantu oleh Salibis Eropa.
سَنَةُ
ثِنْتَيْنِ وَسِتِّينَ وَخَمْسِمِائَةٍ
Tahun 562 Hijriyah
أَقْبَلَتِ
الْفِرِنْجُ فِي جَحَافِلَ كَثِيرَةٍ إِلَى الديار المصرية، وساعدهم المصريون
فتصرفوا في بَعْضِ الْبِلَادِ، فَبَلَغَ ذَلِكَ أَسَدَ الدِّينِ شِيرَكُوهْ
فَاسْتَأْذَنَ الْمَلِكَ نُورَ الدِّينِ فِي الْعَوْدِ إِلَيْهَا، وَكَانَ كَثِيرَ
الْحَنَقِ عَلَى الْوَزِيرِ شَاوَرَ، فَأَذِنَ لَهُ فَسَارَ إِلَيْهَا فِي رَبِيعٍ
الْآخَرِ وَمَعَهُ ابْنُ أَخِيهِ صَلَاحُ الدِّين يُوسُفُ بْنُ أَيُّوبَ
Salibis Eropa berangkat dalam kelompok pasukan yang besar
menuju negeri Mesir, orang-orang Mesir pun menolong mereka sehingga mereka dapat
bergerak leluasa di sebagian negeri. Ketika beritanya sampai kepada Asaduddin
Syirkuh, maka ia meminta izin kepada Raja Nuruddin untuk kembali menuju ke
Mesir. Hal ini telah membuat (Nuruddin) marah besar kepada Wazir (Syawar Syiah
al-Fathimiyyah). Akhirnya ia (Nuruddin) mengizinkannya berangkat menuju Mesir
pada bulan Rabiul Akhir bersama anak sudaranya (keponakan) yaitu Shalahuddin
Yusuf bin Ayyub.
وَلَمَّا
بَلَغَ الْوَزِيرَ شَاوَرَ قَدُومُ أَسَدِ الدِّينِ وَالْجَيْشُ مَعَهُ بَعَثَ
إِلَى الفرنج فجاؤوا مِنْ كُلِّ فَجٍّ إِلَيْهِ،
Ketika beritanya sampai ke Wazir (Syawar Syiah
al-Fathimiyyah) akan kedatangan Asaduddin beserta pasukannya, akhirnya ia mengirimkan
utusan kepada Salibis Eropa (meminta bantuan). Maka berdatanganlah mereka
(Salibis Eropa) dari segala penjuru.
وَبَلَغَ
أَسَدَ الدِّينِ ذَلِكَ مِنْ شَأْنِهِمْ، وَإِنَّمَا مَعَهُ أَلْفَا فَارِسٍ،
فَاسْتَشَارَ مَنْ مَعَهُ مِنَ الْأُمَرَاءِ فَكُلُّهُمْ أَشَارَ عَلَيْهِ
بِالرُّجُوعِ إِلَى نُورِ الدِّينِ، لِكَثْرَةِ الْفِرِنْجِ، إِلَّا أَمِيرًا
وَاحِدًا يُقَالُ لَهُ شَرَفُ الدِّينِ برغش، فَإِنَّهُ قَالَ: مَنْ خَافَ
الْقَتْلَ وَالْأَسْرَ فَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عِنْدَ زَوْجَتِهِ، وَمَنْ
أَكَلَ أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يُسَلِّمْ بِلَادَهُمْ إِلَى الْعَدُوِّ، وَقَالَ
مِثْلَ ذَلِكَ ابْنُ أَخِيهِ صَلَاحُ الدِّين يُوسُفُ بْنُ أيوب، فعزم الله لهم
فساروا نحوا الْفِرِنْجِ فَاقْتَتَلُوا هُمْ وَإِيَّاهُمْ قِتَالًا عَظِيمًا،
فَقَتَلُوا من الفرنج مقتلة عظيمة، وهزموهم،
Tatkala berita tersebut sampai kepada Asaduddin –sedangkan
yang bersamanya hanya seribu pasukan berkuda- akhirnya ia meminta pendapat
kepada pemimpin pasukan. Semuanya menyarankan kepadanya untuk kembali ke
Nuruddin dikarenakan banyaknya Salibis Eropa kecuali salah seorang pemimpin,
yaitu Syarafuddin Barghusy yang berkata, “Barangsiapa yang takut terbunuh dan
tertangkap, maka hendaklah ia berada di rumahnya bersama isterinya. Dan
barangsiapa yang makan dari harta manusia, maka janganlah menyerahkan negeri
mereka kepada musuh.” Perkataan yang serupa juga disampaikan oleh keponakannya
yaitu Shalahuddin Yusuf bin Ayyub. Maka Allah pun menguatkan tekad mereka,
sehingga berangkatlah mereka menuju Salibis Eropa dan memerangi mereka dengan
peperangan yang sangat dahsyat serta membantai Salibis Eropa dengan pembunuhan
yang sangat besar dan mengalahkan mereka.
فَتْحُ
الْإِسْكَنْدَرِيَّةِ عَلَى يَدَيْ أَسَدِ الدِّينِ شِيرَكُوهْ ثم أشار أسد الدين
بالمسير [إِلَى الْإِسْكَنْدَرِيَّةِ] فَمَلَكَهَا وَجَبَى أَمْوَالَهَا،
وَاسْتَنَابَ عَلَيْهَا ابْنَ أَخِيهِ صَلَاحَ الدِّينِ يُوسُفَ وَعَادَ إِلَى
الصَّعِيدِ فَمَلَكَهُ، وَجَمَعَ مِنْهُ أَمْوَالًا جَزِيلَةً جِدًّا،
Penaklukkan al-Iskandariyyah (Alexandria) oleh Asaduddin
Syirkuh, Asaduddin pun bergerak menuju Mesir [al-Iskandariyyah (Alexandria)],
lalu ia menaklukkannya dan merampas hartanya. Ia (Asaduddin) menunjuk keponakannya
yaitu Shalahuddin Yusuf (sebagai pemimpin di Alexandria), sedangkan ia kembali
menuju ash-Sha’id dan menaklukkannya seraya memperoleh dari tempat tersebut
harta rampasan yang sangat banyak.
ثُمَّ
إِنَّ الْفِرِنْجَ وَالْمِصْرِيِّينَ اجْتَمَعُوا عَلَى حِصَارِ
الْإِسْكَنْدَرِيَّةِ ثَلَاثَةَ أَشْهُرٍ لِيَنْتَزِعُوهَا مِنْ يَدِ صَلَاحِ
الدِّينِ، وَذَلِكَ فِي غَيْبَةِ عَمِّهِ فِي الصَّعِيدِ، وامتنع فيها صلاح الدين
أَشَدَّ الِامْتِنَاعِ، وَلَكِنْ ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَقْوَاتُ وَضَاقَ عليهم
الحال جدا، فاسر إليهم أسد الدين فَصَالَحَهُ شَاوَرُ الْوَزِيرُ عَنِ
الْإِسْكَنْدَرِيَّةِ بِخَمْسِينَ أَلْفَ دِينَارٍ، فَأَجَابَهُ إِلَى ذَلِكَ،
وَخَرَجَ صَلَاحُ الدِّينِ مِنْهَا وَسَلَّمَهَا إِلَى الْمِصْرِيِّينَ،
Kemudian Salibis Eropa dan pasukan Mesir (Syiah
al-Fathimiyyah) sepakat untuk mengepung al-Iskandariyyah (Alexandria) selama 3
(tiga) bulan untuk merebutnya dari tangan Shalahuddin, peristiwa ini terjadi
ketika pamannya berada di ash-Sha’id. Shalahuddin pun bertahan mati-matian, sedangkan persediaan
makanan mereka semakin menipis. Akhirnya tibalah Asaduddin kepada mereka, Wazir
Syawar pun mengajaknya damai untuk menyerahkan al-Iskandariyyah (Alexandria) dengan
menawarkan 50.000 (lima puluh ribu) dinar. (Asaduddin) menerima tawaran
tersebut, sehingga Shalahuddin keluar darinya (al-Iskandariyyah) dan menyerahkannya
kepada pasukan Mesir (Syiah al-Fathimiyyah).
وَعَادَ
إِلَى الشَّام في منتصف شوال، وَقَرَّرَ شَاوَرُ للْفِرِنْجِ عَلَى مِصْرَ فِي
كُلِّ سَنَةٍ مِائَةَ أَلْفِ دِينَارٍ، وَأَنْ يَكُونَ لَهُمْ شحنة بالقاهرة،
Ia (Shalahuddin) kembali ke Syam pada pertengahan bulan
Syawal, sementara Syawar mempertahankan Salibis Eropa di Mesir yang setiap
tahunnya (Salibis Eropa) mendapatkan (upeti) 100.000 (seratus ribu) dinar (dari
Daulah ‘Ubaidiyyah Syiah al-Fathimiyyah). Dan mereka (Salibis Eropa) memiliki pos
pasukan di Kairo.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 11/313-314, al-Hafizh Ibnu
Katsir]
[-] Penaklukkan Mesir dari tangan Daulah ‘Ubaidiyyah Syiah
al-Fathimiyyah oleh kaum Muslimin.
سنة
أربع وستين وخمسمائة
Tahun 564 Hijriyah
كَانَ
فَتْحُ مِصْرَ عَلَى يَدَيِ الْأَمِيرِ أَسَدِ الدِّينِ شِيرَكُوهْ وَفِيهَا
طَغَتِ الْفِرِنْجُ بِالدِّيَارِ المصرية
Penaklukkan Mesir melalui tangan Amir Asaduddin Syirkuh, dan
pada tahun ini juga Salibis Eropa memperkeruh suasana di negeri Mesir.
وذلك
أنهم جعلوا شاور شحنة لهم بها، وتحكموا في أموالها ومساكنها أفواجاً أفواجاً، ولم
يبق شئ مِنْ أَنْ يَسْتَحْوِذُوا عَلَيْهَا وَيُخْرِجُوا مِنْهَا أَهْلَهَا من
المسلمين، وقد سكنها أكثر شجعانهم، فلما سمع الفرنج بذلك جاؤوا إليها من كل فج
وناحية صحبة مَلِكِ عَسْقَلَانَ فِي جَحَافِلَ هَائِلَةٍ، فَأَوَّلُ مَا أخذوا
مدينة بلبيس وقتلوا من أهلها خلقاً وأسروا آخرين، ونزلوا بها وتزكوا بها أثقالهم، وجعلوها
موئلاً ومعقلاً لهم،
Sesungguhnya mereka (Salibis Eropa) telah diberikan pos
pasukan oleh Syawar di Mesir, sehingga mereka menguasai harta dan rumah mereka.
Bahkan tidak tersisa sedikitpun kekuasaan penduduknya dari kalangan kaum
Muslimin seraya mengusir mereka, sebagian besar (Salibis Eropa) yang pemberani
berhasil menduduki (Mesir). Tatkala peristiwa Salibis Eropa tersebut tersebar,
maka mereka datang dari setiap lembah dan penjuru yang dipimpin oleh Raja
‘Asqalan dalam jumlah yang besar. Yang pertama kali dilakukan adalah merebut
kota Bilbis dan membantai penduduknya serta menawan yang lainnya. Mereka
(Salibis Eropa) menaklukkannya, menghimpun kekuatan dan berlaku kejam terhadap
penduduknya. Serta menjadikannya markas dan benteng bagi mereka (Salibis Eropa).
ثم
ساروا فَنَزَلُوا عَلَى الْقَاهِرَةِ مِنْ نَاحِيَةِ بَابِ الْبَرْقِيَّةِ،
فَأَمَرَ الْوَزِيرُ شَاوَرُ النَّاسَ أَنْ يَحْرِقُوا مِصْرَ، وأن ينتقل الناس
منها إلى القاهرة، فنهبوا الْبَلَدُ وَذَهَبَ لِلنَّاسِ أَمْوَالٌ كَثِيرَةٌ
جِدًّا، وَبَقِيَتِ النار تعمل في مصر أربعة وخمسين ويوما،
Kemudian mereka (Salibis Eropa) mendatangi Kairo dari arah
pintu al-Barqiyyah. Wazir Syawar (Daulah ‘Ubaidiyyah Syiah al-Fathimiyyah)
memerintahkan rakyatnya untuk membakar Mesir, dan pindah darinya menuju Kairo.
Mereka (Salibis Eropa) merampas negeri tersebut dan masyarakatnya kehilangan
harta yang sangat banyak, sedangkan api masih menyala membakar Mesir selama 54
(lima puluh empat) hari.
فَعِنْدَ
ذَلِكَ أَرْسَلَ صَاحِبُهَا الْعَاضِدُ يَسْتَغِيثُ بِنُورِ الدِّينِ، وَبَعَثَ
إِلَيْهِ بِشُعُورِ نِسَائِهِ يَقُولُ أَدْرِكْنِي وَاسْتَنْقِذْ نِسَائِيَ مِنْ
أَيْدِي الْفِرِنْجِ، وَالْتَزَمَ لَهُ بِثُلُثِ خَرَاجِ مِصْرَ عَلَى أَنْ
يَكُونَ أَسَدُ الدين مقيماً بها عندهم، والتزم له بإقطاعات زَائِدَةٌ عَلَى
الثُّلُثِ،
Pada saat itulah pemimpin al-‘Adhid (Raja Daulah ‘Ubaidiyyah
Syiah al-Fathimiyyah) meminta bantuan kepada Nuruddin, dan mengutus utusan
kepadanya dengan menggambarkan kondisi keadaan isteri-isterinya seraya berkata,
“Datanglah ke sini dan selamatkanlah isteri-isteriku dari tangan Salibis Eropa.”
Ia (al-‘Adhid) berkomitmen untuk memberikan kepadanya (Nuruddin) 1/3
(sepertiga) hasil bumi Mesir dengan syarat Asaduddin bermukim di Mesir, dan Ia
(al-‘Adhid) juga berkomitmen untuk memberikan tambahan 1/3 (sepertiga) hasil
upeti dari bawahannya (secara feodal).
فَشَرَعَ
نُورُ الدِّينِ فِي تجهيز الجيوش إلى مصر، فَلَمَّا اسْتَشْعَرَ الْوَزِيرُ
شَاوَرُ بِوُصُولِ الْمُسْلِمِينَ أَرْسَلَ إلى ملك الفرنج يقول قد عرفت محبتي
ومودتي لكم، وَلَكِنَّ الْعَاضِدَ وَالْمُسْلِمِينَ لَا يُوَافِقُونِي عَلَى
تَسْلِيمِ الْبَلَدِ، وَصَالَحَهُمْ لِيَرْجِعُوا عَنِ الْبَلَدِ بِأَلْفِ أَلْفِ
دينار، وعجل لهم من ذلك ثمانمائة ألف دينار، فانشمروا راجعين إلى بلادهم خوفاً من
عساكر نُورِ الدِّينِ، وَطَمَعًا فِي الْعَوْدَةِ إِلَيْهَا مَرَّةً ثَانِيَةً،
(وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ) [آل عمران: 54] .
Mulailah Nuruddin menyiapkan sebuah pasukan ke Mesir. Tatkala
Wazir Syawar (Daulah ‘Ubaidiyyah Syiah al-Fathimiyyah) mengetahui kedatangan
kaum Muslimin, maka ia (Syawar) mengirimkan pesan kepada Raja Salibis Eropa
yang berisi, “Sesungguhnya engkau telah mengetahui kecintaan dan sayangku
kepada kalian, namun al-‘Adhid dan kaum Muslimin tidak menyetujuiku untuk
menyerahkan negeri ini.” Lalu ia (Syawar) mengadakan perjanjian agar mereka
(Salibis Eropa) pergi keluar dari negerinya dengan 1.000.000 (satu juta) dinar,
dan ia menyerahkan di awal kepada mereka sebesar 800.000 (delapan ratus ribu)
dinar. Akhirnya mereka (Salibis Eropa) bersiap-siap kembali ke negeri mereka
dalam keadaan ketakutan atas pasukan Nuruddin. Dan dengan ketamakan (Salibis
Eropa) akan kembali ke Mesir untuk kedua kalinya.
وَمَكَرُوا
وَمَكَرَ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
“Orang-orang kafir
itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah
sebaik-baik pembalas tipu daya.” [QS. Ali ‘Imraan : 54]
ثُمَّ
شَرَعَ الْوَزِيرُ شَاوَرُ فِي مطالبة الناس بالذهب الذي صالح به الفرنج وتحصيله،
وَضَيَّقَ عَلَى النَّاسِ مَعَ مَا نَالَهُمْ مِنَ الضيق والحريق والخوف، فجبر
الله مصابهم بقدوم عساكر المسلمين عليهم وهلاك الوزير على يديهم، وذلك أن نور
الدين استدعى الأمير أسد الدين من حمص إلى حلب فساق إليه هذه المسافة وقطعها في
يوم واحد،
Kemudian Syawar mulai meminta orang-orang untuk memberikan
emas yang ia (Syawar) janjikan kepada Salibis Eropa seraya mengumpulkannya. Ia
(Syawar) mempersulit rakyatnya, padahal mereka mengalami kesulitan dan
kebakaran serta ketakutan. Akhirnya Allah pun mengganti musibah mereka dengan
kehadiran pasukan kaum Muslimin kepada mereka dan kecelakaanlah bagi Wazir
(Syawar). Pada saat itu Nuruddin memanggil Amir Asaduddin dari Hims (Homs)
menuju Halab (Aleppo), lalu ia (Asaduddin) berangkat menuju kepadanya
(Nuruddin) dan tiba hanya dalam satu hari.
وكان
من جملة الأمراء ابْنُ أَخِيهِ صَلَاحُ الدِّين يُوسُفُ بْنُ أَيُّوبَ،
Di antara mereka terdapat pemimpin dari anak saudaranya
(keponakan) yaitu Shalahuddin Yusuf bin Ayyub.
وأضاف
إليه ستة آلاف من التركمان، وجعل أسد الدين مقدماً على هذه العساكر كلها، فسار بهم
من حلب إلى دمشق ونور الدين معهم، فجهزه من دمشق إلى الديار المصرية، وأقام نور
الدين بدمشق،
Ia (Nuruddin) menambahkan 6.000 (enam ribu) pasukan dari
Turkmenistan, dan Asaduddin menjadikan pasukan ini sebagai pasukan awal.
Kemudian berangkat dari Halab (Aleppo) menuju Dimasyq (Damaskus) yang di mana
Nuruddin bersama mereka (pasukan Damaskus). Maka ia pun menyiapkan (pasukan)
dari Dimasyq (Damaskus) menuju negeri Mesir, kemudian Nuruddin berangkat dari
Dimasyq (Damaskus).
وَلَمَّا
وَصَلَتِ الْجُيُوشُ النُّورِيَّةُ إِلَى الدِّيَارِ الْمِصْرِيَّةِ وَجَدُوا
الْفِرِنْجَ قَدِ انْشَمَرُوا عَنِ الْقَاهِرَةِ رَاجِعِينَ إِلَى بِلَادِهِمْ
بِالصَّفْقَةِ الْخَاسِرَةِ، وَكَانَ وُصُولُهُ إِلَيْهَا فِي سَابِعِ رَبِيعٍ
الْآخَرِ ،
Ketika pasukan Nuriyyah tiba di negeri Mesir, mereka
mendapati Salibis Eropa menarik mundur kembali ke negeri mereka dengan
transaksi yang merugikan. (Pasukan Nuriyyah) tiba di Kairo pada tanggal 7
(tujuh) Rabi’ul Akhir.
وَشَاوَرُوهُ
فِي قَتْلِ شَاوَرَ فَلَمْ يُمَكِّنْهُمُ الْأَمِيرُ أَسَدُ الدِّينِ مِنْ ذَلِكَ،
فلمَّا كَانَ فِي بَعْضِ الْأَيَّامِ جَاءَ شَاوَرُ إلى منزل أَسَدِ الدِّينِ
فَوَجَدَهُ قَدْ ذَهَبَ لِزِيَارَةِ قَبْرِ الشافعي، وإذا ابن أخيه يوسف هنالك
فأمر صلاح الدين يوسف بالقبض على الوزير شاور، وَلَمْ يُمْكِنْهُ قَتْلُهُ إِلَّا
بَعْدَ مُشَاوَرَةِ عَمِّهِ أسد الدين وَانْهَزَمَ أَصْحَابُهُ فَأَعْلَمُوا
الْعَاضِدَ لَعَلَّهُ يَبْعَثُ يُنْقِذُهُ،
(Para sahabat)
Asaduddin memberikan saran untuk membunuh Syawar (Wazir Daulah ‘Ubaidiyyah
Syiah al-Fathimiyyah), namun Amir Asaduddin tidak mengizinkan mereka melakukan
demikian. Akan tetapi, pada suatu hari Syawar datang ke kediaman Asaduddin
namun mendapatinya sedang pergi ziarah ke makam Imam Syafi’i, sedangkan yang
ada hanyalah keponakannya yaitu Yusuf. Saat itulah Shalahuddin Yusuf
memerintahkan untuk menangkap Wazir Syawar (Daulah ‘Ubaidiyyah Syiah
al-Fathimiyyah), namun belum dapat membunuhnya kecuali setelah meminta pendapat
pamannya yaitu Asaduddin. Para pengikut Syawar menyerah dan memberitahukan
al-‘Adhid dengan harapan ia mengirimkan utusan untuk menyelamatkannya.
فأرسل
العاضد إِلَى الْأَمِيرِ أَسَدِ الدِّينِ يَطْلُبُ مِنْهُ رَأْسَهُ، فَقُتِلَ
شَاوَرُ وَأَرْسَلُوا بِرَأْسِهِ إِلَى الْعَاضِدِ فِي سَابِعَ عَشَرَ رَبِيعٍ
الْآخَرِ،
Lalu al-‘Adhid (Raja Daulah ‘Ubaidiyyah Syiah
al-Fathimiyyah) mengirim utusan kepada Amir Asaduddin dan meminta kepalanya
(Syawar). Maka Syawar pun dibunuh dan mengirimkan kepalanya kepada al-‘Adhid
pada tanggal 17 Rabi’ul Akhir.
فَنُهِبَتْ،
وَدَخَلَ أَسَدُ الدِّينِ عَلَى الْعَاضِدِ فَاسْتَوْزَرَهُ وَخَلَعَ عَلَيْهِ
خِلْعَةً عَظِيمَةً، وَلَقَّبَهُ الْمَلِكَ الْمَنْصُورَ، فَسَكَنَ دَارَ شَاوَرَ
وَعَظُمَ شَأْنُهُ هُنَالِكَ،
Asaduddin pun menyita (kediaman Syawar), setelah itu menemui
al-‘Adhid kemudian ia (al-‘Adhid) mengangkatnya menjadi Wazir dan mengenakan
kepadanya pakaian kehormatan, serta menggelarinya dengan al-Malik al-Manshur.
Ia pun tinggal di kediaman Syawar, hingga kuatlah posisinya.
[Al-Bidayah wa
an-Nihayah 12/317-318, al-Hafizh Ibnu Katsir]
فَلَمَّا
تُوُفِّيَ أَسَدُ الدِّينِ رَحِمَهُ اللَّهُ أَشَارَ الْأُمَرَاءُ الشَّامِيُّونَ
عَلَى الْعَاضِدِ بِتَوْلِيَةِ صَلَاحِ الدِّينِ يُوسُفَ الوزارة بعد عمه، فولاه
العاضد الْوِزَارَةَ وَخَلَعَ عَلَيْهِ خِلْعَةً سَنِيَّةً، وَلَقَّبَهُ الْمَلِكَ
النَّاصِرَ.
Tatkala wafatnya Asaduddin Rahimahullah, para Amir Syam
menyarankan al-‘Adhid untuk mengangkat Shalahuddin Yusuf sebagai Wazir setelah
pamannya. Maka al-‘Adhid pun mengangkatnya sebagai Wazir dan memakaikan
kepadanya pakaian terhormat dan menggelarinya dengan al-Malik an-Nashir.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/319, al-Hafizh Ibnu Katsir]
ذِكْرُ
قَتْلِ الطَّوَاشِيِّ مُؤْتَمَنِ الْخِلَافَةِ وَأَصْحَابِهِ عَلَى يَدَيْ صَلَاحِ
الدِّينِ،
Pembunuhan ath-Thawasyi Mu’taman al-Khilafah (Daulah
‘Ubaidiyyah Syiah al-Fathimiyyah) dan para pengikutnya oleh Shalahuddin.
وَذَلِكَ
أَنَّهُ كَتَبَ مِنْ دَارِ الْخِلَافَةِ بِمِصْرَ إِلَى الْفِرِنْجِ لِيَقْدَمُوا
إِلَى الدِّيَارِ الْمِصْرِيَّةِ لِيُخْرِجُوا مِنْهَا الْجُيُوشَ الإسلامية
الشامية، وكان الذي يفد بالكتاب إليهم الطواشي مُؤْتَمَنُ الْخِلَافَةِ، مُقَدَّمُ
الْعَسَاكِرِ بِالْقَصْرِ، وَكَانَ حَبَشِيًّا، وأرسل الكتاب مَعَ إِنْسَانٍ
أَمِنَ إِلَيْهِ فَصَادَفَهُ فِي بَعْضِ الطَّريق مَنْ أَنْكَرَ حَالَهُ،
فَحَمَلَهُ إِلَى الْمَلِكِ صَلَاحِ الدِّينِ فَقَرَّرَهُ، فَأَخْرَجَ الْكِتَابَ
فَفَهِمَ صَلَاحُ الدين الحال فكتمه،
Sesungguhnya ia (ath-Thawasyi Mu’taman Daulah ‘Ubaidiyyah
Syiah al-Fathimiyyah) menulis surat dari negeri al-Khilafah di Mesir yang
ditujukan kepada Salibis Eropa agar datang ke negeri Mesir untuk mengusir
darinya pasukan Islam Syam. Orang yang menulis surat kepada mereka adalah
ath-Thawasyi Mu’taman al-Khilafah, seorang pimpinan pasukan istana, ia adalah
orang Habasyah. Ia mengirimkan surat melalui orang yang dipercayainya, namun di
tengah perjalanan ia kepergok seraya mengingkarinya. Kemudian ia dibawa
menghadap Raja Shalahuddin, lantas menemukan sesuatu dan mengeluarkan suratnya.
Kemudian Shalahuddin memahami keadaan dan merahasiakannya.
واستشعر
الطواشي مؤتمن الدولة أن صَلَاحَ الدِّينِ قَدِ اطَّلَعَ عَلَى الْأَمْرِ
فَلَازَمَ الْقَصْرَ مُدَّةً طَوِيلَةً خَوْفًا عَلَى نَفْسِهِ، ثُمَّ عَنَّ لَهُ
فِي بَعْضِ الْأَيَّامِ أَنْ خَرَجَ إلى الصيد، فأرسل صَلَاحُ الدِّينِ إِلَيْهِ
مَنْ قَبَضَ عَلَيْهِ وَقَتْلَهُ وحمل رأسله إِلَيْهِ، ثُمَّ عَزَلَ جَمِيعَ
الْخُدَّامِ الَّذِينَ يَلُونَ خِدْمَةَ الْقَصْرِ، وَاسْتَنَابَ عَلَى الْقَصْرِ
عِوَضَهُمْ بَهَاءَ الدِّينِ قَرَاقُوشَ، وَأَمَرَهُ أَنْ يُطَالِعَهُ بِجَمِيعِ
الْأُمُورِ، صِغَارِهَا وَكِبَارِهَا.
Ath-Thawasyi Mu’taman ad-Daulah (‘Ubaidiyyah Syiah
al-Fathimiyyah) mencium bahwasannya Shalahuddin telah mengetahui perkaranya.
Oleh karena itu ia (ath-Thawasyi) berdiam diri di istana untuk periode yang
lama karena mengkhawatirkan akan dirinya. Kemudian pada suatu hari ia
(ath-Thawasyi) pergi keluar untuk berburu, saat itulah Shalahuddin mengirim
orang untuk menangkapnya dan membunuhnya serta membawakan kepalanya
(ath-Thawasyi) kepadanya (Shalahuddin al-Ayyubi). Kemudian memecat seluruh pelayan
yang menjadi pelayan istana, dan menunjuk (pimpinan pasukan) istana untuk
menggantikan mereka dengan Baha’uddin Qaraqusy. Serta memerintahkannya untuk
memberitahukan kepadanya (Shalahuddin al-Ayyubi) segala perkara, baik yang
kecil maupun yang besar.
وَقْعَةُ
السُّودَانِ،
Peristiwa Sudan.
وَذَلِكَ
أنَّه لَمَّا قتل الطواشي مؤتمن الخلافة الْحَبَشِيُّ، وَعُزِلَ بَقِيَّةُ
الْخُدَّامِ غَضِبُوا لِذَلِكَ، وَاجْتَمَعُوا قربيا مِنْ خَمْسِينَ أَلْفًا،
فَاقْتَتَلُوا هُمْ وَجَيْشُ صَلَاحِ الدِّينِ بَيْنَ الْقَصْرَيْنِ، فَقُتِلَ
خَلْقٌ كَثِيرٌ مِنَ الْفَرِيقَيْنِ، وَكَانَ الْعَاضِدُ يَنْظُرُ مِنَ الْقَصْرِ
إِلَى الْمَعْرَكَةِ، وَقَدْ قُذِفَ الْجَيْشُ الشَّامِيُّ مِنَ الْقَصْرِ بِحِجَارَةٍ،
وَجَاءَهُمْ مِنْهُ سِهَامٌ فَقِيلَ كَانَ ذَلِكَ بأمر العاضد، وَقِيلَ لَمْ
يَكُنْ بِأَمْرِهِ.
Ketika ath-Thawasyi Mu’taman al-Khilafah al-Habsyi terbunuh
dan dipecatnya para pelayan pilihan, maka mereka sangat marah dan mereka segera
berkumpul hingga berjumlah 50.000 (lima puluh ribu) oang. Mereka memerangi
pasukan Shalahuddin di antara dua istana, sehingga terbunuhlah dengan sangat
banyak dari kedua belah pihak, sedangkan al-‘Adhid melihat dari istana
pertempuran tersebut. Pasukan Syam dilempari batu dari istana, dan diserang
dengan panah. Dikatakan bahwasanya penyerangan tersebut atas perintah al-‘Adhid,
dan ada pula yang mengatakan bukan atas perintahnya.
ثُمَّ
إِنَّ أَخَا الناصر نورشاه شمس الدولة - وَكَانَ حَاضِرًا لِلْحَرْبِ قَدْ
بَعَثَهُ نُورُ الدِّينِ لأخيه ليشد أزره - أمر بإحراق منظرة العاصد، فَفُتِحَ
الْبَابُ وَنُودِيَ إِنَّ أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُخْرِجُوا
هَؤُلَاءِ السُّودَانَ مِنْ بَيْنِ أَظْهُرِكُمْ، وَمِنْ بِلَادِكُمْ، فَقَوِيَ
الشَّامِيُّونَ وَضَعُفَ جَأْشُ السُّودَانِ جداً، وأرسل السلطان إلى محلة السودان
الْمَعْرُوفَةِ بِالْمَنْصُورَةِ، الَّتِي فِيهَا دُورُهُمْ وَأَهْلُوهُمْ بِبَابِ
زُوَيْلَةَ فَأَحْرَقَهَا، فَوَلَّوْا عِنْدَ ذَلِكَ مُدْبِرِينَ، وَرَكِبَهُمُ
السَّيْفُ فَقَتَلَ مِنْهُمْ خَلْقًا كَثِيرًا، ثُمَّ طَلَبُوا الأمان
فَأَجَابَهُمْ إِلَى ذَلِكَ، وَأَخْرَجَهُمْ إِلَى الْجِيزَةِ، ثُمَّ خرج لهم شمس
الدولة نورشاه أَخُو الْمَلِكِ صَلَاحِ الدِّينِ فَقَتَلَ أَكْثَرَهُمْ أَيْضًا،
ولم يقى مِنْهُمْ إِلَّا الْقَلِيلُ، فَتِلْكَ بُيُوتُهُمْ خَاوِيَةً بِمَا ظلموا.
Kemudian saudaranya an-Nashir (Shalahuddin al-Ayyubi) yaitu
Nuransyah Syamsuddaulah, yang terlibat pertempuran dikarenakan Nuruddin
mengutusnya untuk memperkokoh saudaranya, ia diperintahkan untuk membakar
balkon (al-‘Adhid). Maka dijebol-lah pintu (istana) seraya berteriak,
“Sesungguhnya Amirul Mukminin memerintahkan kalian untuk mengusir orang-orang
Sudan (Habasyah) dari hadapan kalian dan dari negeri kalian.” Sehingga menjadi
kuatlah pasukan Syam dan di lain pihak pasukan Sudan melemah. Shulthan mengirim
pasukan ke perkampungan Sudan yang terkenal di al-Manshurah, yang di dalamnya
terdapat rumah dan keluarga mereka di Bab Zuwailah serta membakar (rumah)-nya. Mereka
pun melarikan diri, dikejar dengan pedang dan banyak yang terbunuh dari mereka.
Kemudian mereka meminta keamanan, maka (Shalahuddin al-Ayyubi) memenuhi
permintaan mereka. Ia lantas mengusir mereka ke Jizah, kemudian Syamsuddaulah
Nuransyah saudara al-Malik Shalahuddin mengejar mereka dan membunuh sebagian
besar dari mereka juga. Tidak ada yang tersisa dari mereka kecuali sedikit.
فَتِلْكَ
بُيُوتُهُمْ خَاوِيَةً بِمَا ظلموا
“Maka itulah rumah-rumah mereka dalam keadaan runtuh
disebabkan kezhaliman mereka.”
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/320-321, al-Hafizh Ibnu
Katsir]
سَنَةُ
خَمْسٍ وستين وخمسمائة
Tahun 565 Hijriyah
فِي
صَفَرٍ مِنْهَا حَاصَرَتِ الْفِرِنْجُ مَدِينَةَ دِمْيَاطَ مِنْ بِلَادِ مِصْرَ
خَمْسِينَ يَوْمًا،
Pada bulan Shafar di tahun ini Salibis Eropa mengepung kota
Dimyath yang merupakan bagian dari negeri Mesir selama 50 hari.
بِحَيْثُ
ضَيَّقُوا على أهلها، وقتلوا أمماً كثيرة، جاؤوا إِلَيْهَا مِنَ الْبَرِّ
وَالْبَحْرِ رَجَاءَ أَنْ يَمْلِكُوا الدِّيَارَ الْمِصْرِيَّةَ وَخَوْفًا مِنَ
اسْتِيلَاءِ الْمُسْلِمِينَ عَلَى الْقُدْسِ،
Sehingga mempersempit ruang gerak penduduknya serta membantai
mereka dalam jumlah yang besar. Mereka datang ke Dimyath melalui daratan dan
lautan dengan harapan dapat menguasai negeri Mesir serta khawatir jika kaum
Muslimin dapat menguasai al-Quds.
فَكَتَبَ
صَلَاحُ الدِّينِ إِلَى نُورِ الدِّينِ يَسْتَنْجِدُهُ عَلَيْهِمْ، وَيَطْلُبُ
مِنْهُ أَنْ يُرْسِلَ إِلَيْهِ بِأَمْدَادٍ مِنَ الْجُيُوشِ، فَإِنَّهُ إِنْ
خَرَجَ مِنْ مِصْرَ خَلَفَهُ أَهْلُهَا بِسُوءٍ،
Maka Shalahuddin menulis surat kepada Nuruddin untuk meminta
bantuan kepadanya, ia meminta darinya untuk mengirimkan kepadanya pasukan
bantuan. Karena sesungguhnya jika ia (Shalahuddin al-Ayyubi) keluar dari Mesir,
maka penduduknya akan menyelisihinya dengan keburukan.
وَأَجْلَتِ
الْفِرِنْجُ عِنْ دِمْيَاطَ لأنه بلغهم أن نُورَ الدِّينِ قَدْ غَزَا بِلَادَهُمْ،
Salibis Eropa menarik diri dari Dimyath dikarenakan mereka
mendengar berita bahwa Nuruddin telah menggempur negeri mereka.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/323, al-Hafizh Ibnu Katsir]
سنة
ست وستين وخمسمائة
Tahun 566 Hijriyah
وَفِيهَا
عَزَلَ صَلَاحُ الدِّينِ قُضَاةَ مِصْرَ لِأَنَّهُمْ كَانُوا شِيعَةً، وَوَلَّى
قَضَاءَ الْقُضَاةِ بِهَا لصدر الدين عبد الملك بن درباس المارداني الشافعي،
فاستناب فِي سَائِرِ الْمُعَامَلَاتِ قُضَاةً شَافِعِيَّةً، وَبَنَى مَدْرَسَةً
لِلشَّافِعِيَّةِ، وَأُخْرَى لِلْمَالِكِيَّةِ،
Pada tahun ini Shalahuddin memecat para Qadhi (Hakim) Mesir,
dikarenakan mereka adalah Syiah. Lantas ia menunjuk Shadruddin Abdul Malik bin
Dirbas al-Mardani asy-Syafi’i sebagai kepala Qadhi, serta mengangkat Qadhi Mu’amalat
Syafi’iyyah lainnya. Dan membangun madrasah Syafi’iyyah serta Malikiyyah.
وَاشْتَرَى
ابْنُ أَخِيهِ تَقِيُّ الدين عمر داراً تُعْرَفُ بِمَنَازِلِ الْعِزِّ،
وَجَعَلَهَا مَدْرَسَةً لِلشَّافِعِيَّةِ وَوَقَفَ عَلَيْهَا الرَّوْضَةَ
وَغَيْرَهَا.
Anak saudaranya (keponakan) yaitu Taqiyyuddin ‘Umar membeli
sebuah rumah yang dikenal dengan nama Manazil al-‘Izz, dan menjadikannya sebuah
madrasah Syafi’iyyah dengan mewakafkan sebuah taman dan fasilitas lainnya.
وَعَمَّرَ
صَلَاحُ الدِّينِ أَسْوَارَ الْبَلَدِ، وَكَذَلِكَ أَسْوَارَ إِسْكَنْدَرِيَّةَ،
وَأَحْسَنَ إِلَى الرَّعَايَا إِحْسَانًا كَثِيرًا، وَرَكِبَ فَأَغَارَ عَلَى
بِلَادِ الْفِرِنْجِ بنواحي عسقلان وغزة وضرب قَلْعَةً كَانَتْ لَهُمْ عَلَى
أَيْلَةَ، وَقَتَلَ خَلْقًا كثيراً من مقاتلتهم،
Shalahuddin mendirikan benteng negeri (Mesir) dan benteng
Iskandariyyah (Alexandria). Ia (Shalahuddin al-Ayyubi) memperlakukan rakyatnya
dengan sangat baik. Kemudian ia pergi menyerang negeri Salibis Eropa di tepi
‘Asqalan dan Ghazah, dan berhasil meruntuhkan sebuah kastil milik mereka di
Ailah, serta menewaskan mereka dengan sangat banyak.
وَفِيهَا
قَطَعَ صَلَاحُ الدِّينِ الْأَذَانَ بِحَيٍّ عَلَى خَيْرِ الْعَمَلِ مِنْ دِيَارِ
مِصْرَ كُلِّهَا، وَشَرَعَ فِي تَمْهِيدِ الْخُطْبَةِ لِبَنِي الْعَبَّاسِ عَلَى
المنابر.
Pada tahun ini juga, Shalahuddin menghentikan adzan dengan
kalimat “hayya ‘ala khairil ‘amal” (adzan syiah) dari seluruh negeri Mesir.
Serta membacakan khutbah atas nama Bani ‘Abbas di atas mimbar-mimbar.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/327, al-Hafizh Ibnu Katsir]
سنة
سبع وستين وخمسمائة
Tahun 567 Hijriyah
فِيهَا
كَانَتْ وَفَاةُ الْعَاضِدِ صَاحِبِ مِصْرَ فِي أول جمعة منها، فأمر صَلَاحُ
الدِّينِ بِإِقَامَةِ الْخُطْبَةِ لِبَنِي الْعَبَّاسِ بِمِصْرَ وأعمالها في
الجمعة الثانية، وكان يَوْمًا مَشْهُودًا، وَلَمَّا انْتَهَى الْخَبَرُ إِلَى
الْمَلِكِ نور الدين أَرْسَلَ إِلَى الْخَلِيفَةِ يُعْلِمُهُ بِذَلِكَ، مَعَ ابْنِ
أبي عصرون شهاب الدين أبي المعالي، فَزُيِّنَتْ بَغْدَادُ وَغُلِّقَتِ
الْأَسْوَاقُ، وَعُمِلَتِ الْقِبَابُ وَفَرِحَ المسلمون فرحاً شديداً، وكانت قد
قطعت الخطبة لبني العباس مِنْ دِيَارِ مِصْرَ سَنَةَ تِسْعٍ وَخَمْسِينَ
وَثَلَاثِمِائَةٍ فِي خِلَافَةِ الْمُطِيعِ الْعَبَّاسِيِّ، حِينَ تَغَلَّبَ
الْفَاطِمِيُّونَ على مصر أَيَّامَ الْمُعِزِّ الْفَاطِمِيِّ، بَانِي
الْقَاهِرَةِ، إِلَى هَذَا الآن، وَذَلِكَ مِائَتَا سَنَةٍ وَثَمَانِ سِنِينَ.
Pada tahun ini al-‘Adhid wafat, yaitu pemimpin Mesir, di
hari Jum’at pertama tahun ini. Shalahuddin memerintahkan untuk menegakkan
khutbah atas nama Bani ‘Abbas di Mesir dan mengerjakannya di hari Jum’at yang
kedua. Hari tersebut menjadi hari yang bersejarah. Tatkala beritanya sampai
kepada al-Malik Nuruddin, maka ia (Nuruddin) mengirimkan utusan kepada Khalifah
untuk memberitahukannya peristiwa tersebut melalui Ibnu Abi ‘Ashrun Syihabuddin
Abi al-Ma’ali. Baghdad dihiasi, pasar-pasar ditutup dan tenda-tenda pun
didirikan serta kaum Muslimin bersuka cita. Khutbah atas nama Bani ‘Abbas telah
dihentikan dari negeri Mesir semenjak tahun 359 (hijriyah) yaitu pada masa
kekhalifahan Muthi’ al-‘Abbasiy, ketika al-Fathimiyyun (Syiah) menguasai Mesir
pada masa al-Mu’iz al-Fathimiy, pembangun Kairo, hingga saat ini (567 hijriyah)
yakni selama 208 tahun.
وَكَانَتْ
سِيرَتُهُ مَذْمُومَةً، وَكَانَ شِيعِيًّا خَبِيثًا، لَوْ أَمْكَنَهُ قَتَلَ كُلَّ
مَنْ قَدَرَ عَلَيْهِ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ،
Ia (al-‘Adhid) berperilaku buruk dan seorang Syiah yang keji,
seandainya mungkin ia akan membantai setiap orang yang berada dalam
kekuasaannya dari kalangan Ahlus Sunnah.
قَالَ
ابْنُ أَبِي طَيٍّ فِي كِتَابِهِ: وَلَمَّا تفرغ صلاح الدين من توطيد الملكة
وإقامة الخطبة والتعزية، اسْتَعْرَضَ حَوَاصِلَ الْقَصْرَيْنِ فَوَجَدَ فِيهِمَا
مِنَ الْحَوَاصِلِ والأمتعة والآلات وَالْمَلَابِسِ وَالْمَفَارِشِ شَيْئًا
بَاهِرًا، وَأَمْرًا هَائِلًا، مِنْ ذَلِكَ سَبْعُمِائَةِ يَتِيمَةٍ مِنَ
الْجَوْهَرِ، وَقَضِيبُ زُمُرُّدٍ طُولُهُ أَكْثَرُ مِنْ شِبْرٍ وَسُمْكُهُ نَحْوُ
الْإِبْهَامِ، وحبل من ياقوت،
Ibnu Abi Thayyi berkata di dalam kitabnya, “Ketika
Shalahuddin berhasil mendirikan kerajaan (dengan menaklukkan Mesir), ia
menegakkan khutbah (‘Abbasiyyah) serta berta’ziyah. Ia memeriksa aset-aset yang
berada di dua istana, maka ia menemukan di dalamnya aset-aset berupa berbagai
jenis barang, alat, pakaian dan karpet yang sangat bagus dan dalam jumlah yang
besar. Di antaranya terdapat 700 (tujuh ratus) inti mutiara berharga, tongkat
zamrud yang panjangnya lebih dari satu inch dan setebal ibu jari, serta tali dari yaqut.
وأما
القضيب الزمرد فإن صلاح الدين كَسَرَهُ ثَلَاثَ فِلَقٍ فَقَسَّمَهُ بَيْنَ
نِسَائِهِ، وَقَسَّمَ بين الأمراء شيئاً كثيرا من قطع البلخش والياقوت والذهب
والفضة والأثاث والأمتعة وغير ذلك، ثم باع ما فضل عن ذلك وجمع عليه أعيان التجار،
فاستمر الْبَيْعُ فِيمَا بَقِيَ هُنَالِكَ مِنَ الْأَثَاثِ وَالْأَمْتِعَةِ
نَحْوًا مِنْ عَشْرِ سِنِينَ،
Adapun tongkat zamrud tersebut, Shalahuddin memecahnya
menjadi tiga bagian yang kemudian dibagikannya dengan membaginya di antara
isteri-isterinya. Ia juga membagikannya di antara panglimanya dengan sangat
banyak berupa potongan mineral kristal, yaqut, emas, perak dan perabotan, serta
barang-barang lainnya. Kemudian memilih dan mengumpulkannya seraya menjualnya kepada
kaum pedagang, penjualan tersebut berlangsung selama sekitar 10 tahun dan yang
tersisa hanyalah perabotan dan barang-barang lainnya.
وَأَرْسَلَ
إِلَى الْخَلِيفَةِ ببغداد من ذلك هدايا سنية نفيسة، وَكَذَلِكَ إِلَى الْمَلِكِ
نُورِ الدِّينِ، أَرْسَلَ إِلَيْهِ من ذلك جانباً كثيراً صالحاً، ولم يدخر لنفسه
شيئاً مما حصل لَهُ مِنَ الْأَمْوَالِ، بَلْ كَانَ يُعْطِي ذَلِكَ من حوله من
الأمراء وغيرهم،
Ia (Shalahuddin) mengirimkan kepada Khalifah Baghdad hadiah
yang berharga, dan begitu pula (mengirimkan hadiah) kepada Malik Nuruddin. Ia
mengirmkan kepadanya bagian yang sangat baik. Ia tidak menyimpannya untuk
dirinya sendiri dari harta rampasan yang didapat, namun ia memberikannya kepada
orang-orang yang berada di sekitarnya dari kalangan panglima dan selainnya.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/328-331, al-Hafizh Ibnu
Katsir]
سنة
تسع وستين وخمسمائة
Tahun 569 Hijriyah
مَقْتَلُ
عُمَارَةَ بن أبي الحسن ابن زَيْدَانَ الْحَكَمِيِّ مِنْ قَحْطَانَ، أَبُو
مُحَمَّدٍ الْمُلَقَّبُ بنجم الدين اليمني الفقيه الشاعر الشَّافِعِيُّ، وَسَبَبُ
قَتْلِهِ أَنَّهُ اجْتَمَعَ جَمَاعَةٌ مِنْ رؤس الدولة الفاطمية الذين كانوا فيها
حكاماً فاتفقوا بينهم أن يردوا الدَّوْلَةِ الْفَاطِمِيَّةِ، فَكَتَبُوا إِلَى
الْفِرِنْجِ يَسْتَدْعُونَهُمْ إِلَيْهِمْ، وعينوا خليفة من الْفَاطِمِيِّينَ،
وَوَزِيرًا وَأُمَرَاءَ وَذَلِكَ فِي غَيْبَةِ السُّلْطَانِ بِبِلَادِ الْكَرَكِ،
Terbunuhnya ‘Umarah bin Abi al-Hasan bin Zaidan al-Hakami
yang berasal dari Qahthan, yaitu Abu Muhammad yang bergelar Najmuddin al-Yamani
al-Faqih asy-Sya’ir asy-Syafi’i. Sebab terbunuhnya adalah ia berkumpul dengan
sekelompok pemimpin Daulah al-Fathimiyyah (Syiah) yang dahulunya berkuasa,
mereka bersepakat untuk merebut kembali Daulah al-Fathimiyyah (Syiah), lantas
mereka mengirimkan surat kepada Salibis Eropa untuk memanggil mereka. Mereka
juga telah menunjuk seorang khalifah dari kalangan al-Fathimiyyah (Syiah),
beserta wazir dan panglimanya. Rencana tersebut berlangsung ketika kepergian Shulthan
ke negeri al-Karak.
ثُمَّ
اتَّفَقَ مَجِيئُهُ فَحَرَّضَ عُمَارَةُ اليمني شمس الدولة توران شاه عَلَى
الْمَسِيرِ إِلَى الْيَمَنِ لِيَضْعُفَ بِذَلِكَ الْجَيْشُ عَنْ مُقَاوَمَةِ
الْفِرِنْجِ، إِذَا قَدِمُوا لِنُصْرَةِ الْفَاطِمِيِّينَ، فخرج توران شاه وَلَمْ
يَخْرُجْ مَعَهُ عُمَارَةُ، بَلْ أَقَامَ بِالْقَاهِرَةِ يُفِيضُ فِي هَذَا
الْحَدِيثِ، وَيُدَاخِلُ الْمُتَكَلِّمِينَ فِيهِ ويصافيهم، وَكَانَ مِنْ
أَكَابِرِ الدُّعَاةِ إِلَيْهِ وَالْمُحَرِّضِينَ عَلَيْهِ،
Ketika (Sultan) tiba, ‘Umarah al-Yamani menyarankan
Syamsuddaulah Turansyah memimpin (pasukan) ke Yaman, agar melemahnya pasukan
yang melawan Salibis Eropa yaitu ketika mereka (Salibis Eropa) tiba untuk
membantu al-Fathimiyyun (Syiah). Maka berangkatlah Turansyah tanpa ‘Umarah,
namun ia (‘Umarah) tetap tinggal di Kairo untuk mengatur rencana seraya
menyusupkan orang-orang ke dalam barisan (pasukan Sultan). Ia (‘Umarah)
merupakan tokoh besar dalam rencana ini.
وقد
أدخلوا معهم فيه بعض من ينسب إلى صلاح الدين، وذلك من قلة عقولهم وتعجيل دمارهم،
فَخَانَهُمْ أَحْوَجَ مَا كَانُوا إِلَيْهِ وَهُوَ الشَّيْخُ زين الدين علي بن نجا
الواعظ، فإنه أخبر السلطان بما تمالؤا وتعاقدوا عليه، فأطلق له السلطان أموال
جَزِيلَةً، وَأَفَاضَ عَلَيْهِ حُلَلًا جَمِيلَةً،
Akan tetapi mereka melibatkan seseorang bersama mereka di
dalamnya yang memiliki hubungan dengan Shalahuddin. Hal ini dikarenakan
pendeknya akal mereka dan tergesa-gesa dalam kehancuran mereka. Lantas orang
tersebut mengkhianati mereka pada saat-saat yang dibutuhkan, ia adalah Syaikh
Zainuddin ‘Aliy bin Naja al-Wa’idzh. Ia memberitahukan kepada Shultan perjanjian
mereka, lalu Shulthan memberikan harta yang besar dan perhiasan yang indah dan
berharga.
ثُمَّ
اسْتَدْعَاهُمُ السلطان واحداً واحداً فقررهم فأقروا بِذَلِكَ، فَاعْتَقَلَهُمْ
ثُمَّ اسْتَفْتَى الْفُقَهَاءَ فِي أَمْرِهِمْ فأفتوه بقتلهم، ثم عند ذلك أمر بقتل
رؤسهم وَأَعْيَانِهِمْ، دُونَ أَتْبَاعِهِمْ وَغِلْمَانِهِمْ، وَأَمَرَ بِنَفْيِ
مَنْ بقي من جيش العبيد؟ ن إِلَى أَقْصَى الْبِلَادِ، وَأَفْرَدَ ذَرِّيَّةَ
الْعَاضِدِ وَأَهْلَ بيته في دار، فلا يصل إليه إصلاح ولا إفساد، وأجرى عليهم ما
يليق بهم من الأرزاق والثياب،
Selanjutnya, Shulthan memanggil mereka satu persatu dan
mendesak mereka, maka mereka pun mengakuinya. Sehingga ia (Sultan) menangkap
mereka, lantas ia meminta fatwa kepada al-Fuqaha’ dalam perkara ini, maka
mereka (al-Fuqaha’) memfatwakan hukuman mati atas mereka. Kemudian ia
memerintahkan untuk membunuh pimpinan dan tokoh mereka, bukan para pengikut dan
anak-anak kecil mereka. Serta memerintahkan untuk mengusir sisa-sisa pasukan
‘Ubaid (Daulah ‘Ubaidiyyah Syiah al-Fathimiyyah) ke negeri yang terjauh. Dan ia
juga mengurung keturunan dan keluarganya al-‘Adhid di dalam sebuah rumah, sehingga
tidak terpengaruh dari hal-hal yang baik ataupun yang rusak. Ia memenuhi
kebutuhan mereka yang layak berupa makanan dan pakaian.
قَالَ
ابْنُ أبي طي: وكان الذين صلبوا
Ibnu Abi Thayyi berkata, Mereka yang disalib adalah :
الفضل
بن الكامل القاضي، وهو أبو القاسم هبة الله ابن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَامِلٍ
قَاضِي قُضَاةِ الدِّيَارِ المصرية زمن الفاطميين،
Al-Fadhal bin al-Kamil al-Qadhiy, ia adalah Abu al-Qasim
Hibatullah bin ‘Abdillah bin Kamil, seorang kepala Qadhi negeri Mesir pada
zaman al-Fathimiyyah (Syiah).
وَابْنَ
عَبْدِ الْقَوِيٍّ دَاعَيَ الدُّعَاةِ،
Ibnu ‘Abdil Qawiy, seorang kepada para da’i.
والعويرس
وهو ناظر الديوان، وتولى مع ذلك القضاء.
Al-‘Uwayris, ia adalah seorang pengawas kantor (Daulah) dan
seorang Qadhi.
وشبريا
وهو كاتب السر.
Syubruma, seorang penulis surat rahasia.
وعبد
الصمد الكاتب وهو أحد أمراء المصريين،
‘Abdush Shamad al-Katib, salah seorang panglima Mesir.
ونجاح
الحمامي
Najah al-Hamami.
ومنجم
نصراني كَانَ قَدْ بَشَّرَهُمْ بِأَنَّ هَذَا الْأَمْرَ يَتِمُّ بعلم النجوم.
Seorang ahli nujum Nashrani, ia memberitahukan mereka (Syiah
al-Fathimiyyah) bahwasanya rencana ini akan berhasil bedasarkan ilmu nujum.
وعمارة
اليمني الشاعر
وقد
كان أديباً فاضلاً فقيهاً، غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ يُنْسَبُ إِلَى مُوَالَاةِ
الْفَاطِمِيِّينَ، وَلَهُ فِيهِمْ وَفِي وُزَرَائِهِمْ وَأُمَرَائِهِمْ مَدَائِحُ
كَثِيرَةٌ جداً وأقل ما كان ينسب إلى الرفض، وقد اتهم بالزندقة والكفر الْمَحْضِ،
‘Umarah al-Yamani asy-Sya’ir,
Ia adalah seorang penyair yang utama dan fasih, selain itu
ia dicurigai sebagai orang yang loyal terhadap al-Fathimiyyun (Syiah). Ia
sangat menyanjung wazir dan panglima mereka. Ia dituduh berpaham Rafidhah
(Syiah), bahkan lebih dari itu, ia dituduh zindiq dan menyembunyikan kekafiran.
[Al-Bidayah wa
an-Nihayah 12/340-341, al-Hafizh Ibnu Katsir]
سنة
سبعين وخمسمائة
Tahun 570 Hijriyah
استهلت
والسلطان الملك الناصر صلاح الدين بْنُ أَيُّوبَ قَدْ عَزَمَ عَلَى الدُّخُولِ
إِلَى بلاد الشام لأجل حفظه من الفرنج، ولكن دَهَمَهُ أَمْرٌ شَغَلَهُ عَنْهُ،
وَذَلِكَ أَنَّ الْفِرِنْجَ قَدِمُوا إِلَى السَّاحِلِ الْمِصْرِيِّ ،
Pada awal tahun ini, Shulthan Malik an-Nashir Shalahuddin
bin Ayyub berniat untuk memasuki negeri Syam agar dapat melindunginya dari
Salibis Eropa. Akan tetapi terdapat halangan oleh perkara yang penting. Yaitu,
Salibis Eropa datang ke pantai Mesir.
وَمِمَّا
عَوَّقَ الْمَلِكَ النَّاصِرَ عَنِ الشَّامِ أَيْضًا أَنَّ رَجُلًا يُعْرَفُ
بِالْكَنْزِ سَمَّاهُ بَعْضُهُمْ عَبَّاسَ بْنَ شَادِيٍّ وَكَانَ مِنْ مقدمي
الديار المصرية والدولة الفاطمية، كان قد استند إلى بلد يقال له أَسْوَانَ.
وَجَعَلَ
يَجْمَعُ عَلَيْهِ النَّاسَ، فَاجْتَمَعَ عَلَيْهِ خلق كثير من الرعاع من الحاضرة
والغربان والرعيان، وكان يزعم إليهم أَنَّهُ سَيُعِيدُ الدَّوْلَةَ
الْفَاطِمِيَّةَ، وَيَدْحَضُ الْأَتَابِكَةَ التُّرْكِيَّةَ، فالتف عليه خلق كثير،
ثمَّ قصدوا قُوصَ وَأَعْمَالَهَا، وَقَتَلَ طَائِفَةً مِنْ أُمَرَائِهَا
وَرِجَالِهَا،
Penghalang lain bagi Malik an-Nashir untuk pergi ke Syam
adalah munculnya seseorang yang dikenal dengan al-Kanz, namanya ialah ‘Abbas
bin Syadi, ia merupakan (pasukan) garis depan negeri Mesir yang berasal dari
Daulah al-Fathimiyyah (Syiah). Ia berangkat ke negeri yang dikenal dengan nama
Aswan.
Ia pun menghimpun pasukan, maka terhimpunlah pasukan yang
sangat banyak dari oran-orang yang hadir. Ia mengaku kepada mereka sebagai Sayu’iduddaulah
al-Fathimiyyah, dan ia memfitnah seorang jenderal Turki sehingga ia mendapatkan
dukungan dari banyak orang. Kemudian mereka menuju Qush dan menaklukkannya
serta membunuh sejumlah panglima dan tokoh-tokohnya.
فجرد
إليه صلاح الدين طائفة من الجيش وأمر عليهم أخاه الملك العادل أَبَا بَكْرٍ
الْكُرْدِيَّ، فَلَمَّا الْتَقَيَا هَزَمَهُ أَبُو بكر وأسر أهله وقتله.
Oleh karena itu, Shalahuddin menyiapkan sejumlah pasukan
yang dipimpin oleh saudaranya yaitu Malik al-‘Adil Abu Bakar al-Kurdi, tatkala
mereka berhadapan, Abu Bakar berhasil mengalahkan mereka dan menawan keluarga
mereka dan membunuhnya.
فلما
تمهدت البلاد ولم يبق بها رأس من الدَّوْلَةِ الْعُبَيْدِيَّةِ، بَرَزَ
السُّلْطَانُ الْمَلِكُ النَّاصِرُ صَلَاحُ الدِّينِ يُوسُفُ فِي الْجُيُوشِ
التُّرْكِيَّةِ قَاصِدًا الْبِلَادَ الشَّامِيَّةَ، وَذَلِكَ حِينَ مَاتَ
سُلْطَانُهَا نُورُ الدِّينِ مَحْمُودُ بْنُ زَنْكِيِّ وَأُخِيفَ سُكَّانُهَا
وَتَضَعْضَعَتْ أَرْكَانُهَا، واختلف حكامها، وفسد نقضها وإبرامها،
وقصده
جَمْعُ شَمْلِهَا وَالْإِحْسَانُ إِلَى أَهْلِهَا، وَأَمْنُ سَهْلِهَا
وَجَبَلِهَا، وَنُصْرَةُ الْإِسْلَامِ وَدَفْعُ الطَّغَامِ وَإِظْهَارُ الْقُرَآنِ
وإخفاء سائر الأديان، وتكسير الصلبان في رضى الرحمن، وإرغام الشيطان.
Ketika situasi negeri telah stabil tanpa tersisa di dalamnya
dari pimpinan Daulah ‘Ubaidiyyah (Syiah al-Fathimiyyah). Maka Shulthan Malik Nashir Shalahuddin Yusuf
berangkat menuju negeri Syam bersama pasukan Turki. Peristiwa tersebut terjadi
setelah wafatnya Shulthan Syam yaitu Nuruddin Mahmud bin Zankiy, penduduknya
dalam ketakutan, dan melemahnya pilar-pilarnya, penguasanya berselisih, dan
terjadi kerusakan.
Tujuannya adalah untuk menyatukan seluruhnya dan berbuat
kebaikan kepada penduduknya, mengamankan wilayah dan pegunungannya, membela
Islam, mempertahankan dari serangan musuh, menampakkan al-Qur’an, menghilangkan
agama-agama lain, memecah salib dalam mencari ridha Ar-Rahman, serta
menjengkelkan syaithan.
فَلَمَّا
اسْتَقَرَّتْ لَهُ دِمَشْقُ بِحَذَافِيرِهَا نَهَضَ إِلَى حَلَبَ مُسْرِعًا لِمَا
فِيهَا مِنَ التَّخْبِيطِ وَالتَّخْلِيطِ
Ketika kondisi Damaskus telah stabil seluruhnya, maka
(Sultan) berangkat menuju Halab (Aleppo) dengan segera dikarenakan terjadinya
kekacauan.
ثُمَّ
سَارَ إِلَى حَلَبَ فَنَزَلَ عَلَى جَبَلِ جَوْشَنَ ، ثم نودي فِي أَهْلِ حَلَبَ
بِالْحُضُورِ فِي مَيْدَانِ بَابِ الْعِرَاقِ، فَاجْتَمَعُوا فَأَشْرَفَ
عَلَيْهِمُ ابْنُ الْمَلِكِ نُورِ الدين فتودد إليهم وتباكى لديهم وحضرهم عَلَى
قِتَالِ صَلَاحِ الدِّينِ،
Kemudian (Sultan) berangkat menuju Halab (Aleppo) dan
menduduki gunung Jausyan, kemudian mengumumkan kepada penduduk Halab (Aleppo) untuk
hadir di lapangan Bab al-‘Iraq. Maka berkumpullah mereka, lalu muncul ke
hadapan mereka, anaknya Malik Nuruddin. Ia mencari simpati dari mereka dengan
menangis di hadapan mereka, serta memprovokasi mereka untuk memerangi
Shalahuddin.
وَذَلِكَ
عَنْ إِشَارَةِ الْأُمَرَاءِ الْمُقَدَّمِينَ، فَأَجَابَهُ أَهْلُ الْبَلَدِ
بِوُجُوبِ طَاعَتِهِ على كل أحد، وشرط عليه الروافض منهم أن يعاد الأذان بحي عَلَى
خَيْرِ الْعَمَلِ، وَأَنْ يُذْكَرَ فِي الْأَسْوَاقِ، وَأَنْ يَكُونَ لَهُمْ فِي
الْجَامِعِ الْجَانِبُ الشَّرْقِيُّ، وَأَنْ يُذْكَرَ أَسْمَاءُ الْأَئِمَّةِ
الِاثْنَيْ عَشَرَ بَيْنَ يَدَيِ الْجَنَائِزِ، وَأَنْ يُكَبِّرُوا عَلَى
الْجِنَازَةِ خَمْسًا، وأن تكون عقود أنكحتهم إلى الشريف أبي طاهر بن أبي المكارم
حمزة بن زاهر الحسيني، فأجيبوا إلى ذلك كله، فأذن بالجامع وسائر البلد بحي عَلَى
خَيْرِ الْعَمَلِ،
Perbuatan tersebut atas saran panglimanya, maka penduduk
negeri tersebut mewajibkan setiap orang dengan kewajiban taat kepadanya.
Rawafidh (Syiah Rafidhah) memberikan syarat agar mengembalikan adzan di negeri
tersebut dengan “Hayya ‘ala khairil ‘amal,” kemudian dikumandangkan di
pasar-pasar dan mengumandangkan juga di Jami’ (Masjid besar) di sebelah timur,
disebutkannya nama-nama imam 12 (dua belas) ketika di hadapan jenazah dengan
takbir 5 (lima) kali dalam (shalat) jenazah, dan akad nikah mereka diserahkan
kepada Syarif Abu Thahir bin Abu Makarim Hamzah bin Zuhrah al-Husainiy. Mereka
mewajibkan itu semua, sehingga adzan di Jami’ (Masjid besar) seluruh negeri
dikembalikan dengan “Hayya ‘ala khairil ‘amal.”
وَعَجَزَ أَهْلُ الْبَلَدِ عَنْ مقاومة
الناصر، وأعملوا في كيده كل خاطر، فأرسلوا أولاً إلى شيبان صاحب الحسبة فأرسل
نفراً من أصحابه إلى الناصر ليقتلوه فلم يظفر منه بشئ، بَلْ قَتَلُوا بَعْضَ
الْأُمَرَاءِ، ثُمَّ ظَهَرَ عَلَيْهِمْ فقتلوا عن آخرهم، فَرَاسَلُوا عِنْدَ
ذَلِكَ الْقُومَصَ صَاحِبَ طَرَابُلُسَ الْفِرِنْجيَّ، وَوَعَدُوهُ بِأَمْوَالٍ
جَزِيلَةٍ إِنْ هُوَ رَحَّلَ عَنْهُمُ النَّاصِرَ،
Penduduk negeri tersebut tidak mampu melawan an-Nashir
(Shalahuddin), mereka menjalankan setiap rencananya. Pertama, mereka
mengirimkan utusan kepada Sinan pemimpin (Asasin Syiah Isma’iliyyah), kemudian
mengirimkan sebuah pasukan yang berasal dari pengikutnya menuju Nashir untuk
membunuhnya, tetapi tidak berhasil. Namun yang mereka bunuh adalah sebagian
panglima (Sultan), kemudian mereka (pasukan Sultan) menangkap mereka (Asasin
Syiah Isma’iliyyah) dan membunuhnya seluruhnya. Pada saat itulah mereka
(penduduk Halab) mengirim surat kepada Qumash penguasa Tharablus dari pihak
Salibis Eropa, mereka menjanjikan harta yang besar jika ia berhasil mengusir
an-Nashir (Shalahuddin) dari mereka.
[Al-Bidayah wa
an-Nihayah 12/353-356, al-Hafizh Ibnu Katsir]
سَنَةُ
إحدى وسبعين وخمسمائة
Tahun 571 Hijriyah
فأرسل
الحلبيون إلى سنان فأرسل جماعة لقتل السلطان، فدخل جماعة مِنْهُمْ فِي جَيْشِهِ
فِي زِيِّ الْجُنْدِ فَقَاتَلُوا أشد القتال، حتى اختلطوا بهم فوجدوا ذات يوم فرصة
وَالسُّلْطَانُ ظَاهِرٌ لِلنَّاسِ فَحَمَلَ عَلَيْهِ وَاحِدٌ مِنْهُمْ فَضَرَبَهُ
بِسِكِّينٍ عَلَى رَأْسِهِ فَإِذَا هُوَ مُحْتَرِسٌ مِنْهُمْ بِاللَّأْمَةِ،
فَسَلَّمَهُ اللَّهُ، غَيْرَ أَنَّ السِّكِّينَ مَرَّتْ عَلَى خَدِّهِ
فَجَرَحَتْهُ جُرْحًا هَيِّنًا، ثُمَّ أخذ الفداوي رأس السلطان فوضعه إلى
الْأَرْضِ لِيَذْبَحَهُ،
Orang-orang Halab (Aleppo) mengutus (kembali) seseorang ke
Sinan (Assasin Syiah
Isma’iliyyah), kemudian ia (Sinan) mengutus sekelompok orang untuk membunuh
Sultan (Shalahuddin al-Ayyubi). Hingga suatu hari mereka berbaur dan
mendapatkan kesempatan ketika menemukan Shulthan terlihat di kerumunan manusia,
salah seorang di antara mereka menikamnya dengan sebuah pisau ke atas kepalanya
(Shalahuddin), akan tetapi beliau bersikap waspada terhadap mereka dengan
mengenakan topi baja. Maka Allah pun menyelamatkannya. Namun pisaunya menggores
dahinya sehingga terluka dengan luka ringan. Kemudian al-Fidawiy (Assasin Syiah
Isma’iliyyah) memegang kepala Shulthan dan meletakkannya di atas tanah guna
menyembelihnya.
وَمَنْ
حَوْلَهُ قَدْ أَخَذَتْهُمْ دَهْشَةٌ، ثُمَّ ثَابَ إِلَيْهِمْ عَقْلُهُمْ فَبَادَرُوا
إِلَى الْفِدَاوِيِّ فقتلوه وقطعوه، ثم هجم عليه آخر في السَّاعة الرَّاهنة
فَقُتِلَ، ثُمَّ هَجَمَ آخَرُ عَلَى بَعْضِ الْأُمَرَاءِ فقتل أيضاً، ثم هرب
الرَّابِعُ فَأُدْرِكَ فَقُتِلَ،
Orang-orang yang di sekitarnya terkejut, kemudian tersadar
sehingga mereka segera menyerang al-Fidawiy (Assasin Syiah Isma’iliyyah) tersebut
dan membunuhnya serta membantainya. Kemudian yang lainnya (orang kedua)
menyerangnya di waktu yang bersamaan, lalu terbunuh. Selanjutnya yang lainnya (orang
ketiga) menyerang sebagian panglima, lalu terbunuh juga. Sedangkan orang yang
keempat tertangkap dan dibunuh.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/360, al-Hafizh Ibnu Katsir]
سنة
ثنتين وسبعين وخمسمائة
Tahun 572 Hijriyah
ثم
ترحل عن حلب فقصد الفداوية الذين اعتدوا عليه فحاصر حصنهم مصبات فقتل وسبى وحرق
وأخذ أبقارهم وخربت ديارهم، ثم شَفَعَ فِيهِمْ خَالُهُ شِهَابُ الدِّينِ مَحْمُودُ
بْنُ تتش صاحب حماه، لأنهم جيرانه، فقبل شفاعته،
Kemudian (Shalahuddin al-Ayyubi) melakukan perjalanan dari
Halab (Aleppo) menuju negeri al-Fidawiyyah (Assasin Syiah al-Isma’iliyyah) yang
mencoba melakukan upaya pembunuhan atas dirinya. Maka ia (Shalahuddin
al-Ayyubi) pun mengepung benteng mereka, yaitu (Masyaf). Di sana ia berhasil
membunuh, menawan, membakar dan mengambil sapi-sapi mereka serta menghancurkan
negeri mereka. Kemudian pamannya yaitu Syihabuddin Mahmud penguasa Hamah memberikan
syafa’at, dikarenakan mereka adalah tetangganya. Maka beliau pun menerima
syafa’atnya.
فصالح
الفداوية الْإِسْمَاعِيلِيَّةَ أَصْحَابَ سِنَانٍ،
Akhirnya beliau berdamai dengan al-Fidawiyyah
al-Isma’iliyyah penguasa Sinan.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/362, al-Hafizh Ibnu Katsir]
سَنَةُ
ثلاث وثمانين وخمسمائة
Tahun 583 Hijriyah
فِيهَا
كَانَتْ وَقْعَةُ حِطِّينَ الَّتِي كَانَتْ أَمَارَةً وتقدمة وإشارة لفتح بيت
المقدس،
Pada tahun ini terjadi perang Hithin yang menjadi pertanda
dan sinyal menuju penaklukkan Baitul Maqdis.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/391, al-Hafizh Ibnu Katsir]
فَتْحِ
بَيْتِ الْمَقْدِسِ فِي هَذِهِ السَّنَةِ " وَاسْتِنْقَاذِهِ من أيدي النصارى
بعد أن استحوذوا عليه مدة ثنتين وتسعين سنة "
Penaklukkan Baitul Maqdis di tahun ini (583 H), penyelamatan
dari tangan nashrani yang terkuasai atasnya selama 92 (sembila puluh dua)
tahun.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/394-395, al-Hafizh Ibnu
Katsir]
وفيها
خرجت طائفة بمصر من الرافضة ليعيدوا دَوْلَةَ الْفَاطِمِيِّينَ، وَاغْتَنَمُوا
غَيْبَةَ الْعَادِلِ عَنْ مِصْرَ، وَاسْتَخَفُّوا أَمْرَ الْعَزِيزِ عُثْمَانَ
بْنِ صَلَاحِ الدِّينِ، فَبَعَثُوا اثْنَيْ عَشَرَ رَجُلًا يُنَادُونَ فِي
اللَّيْلِ يا آل علي، يا آل علي، بنياتهم على أن العامة تجيبهم فلم يجبهم أحد، ولا
التفت إليهم،
Pada tahun ini (584 H) sekelompok orang memberontak di Mesir
dari kalangan Rafidhah (Syiah) untuk mengembalikan Daulah al-Fathimiyyah (Syiah).
Mereka memanfaatkan kepergian al-’Adil dari Mesir. Mereka meremehkan
pemerintahan al-‘Aziz ‘Utsman bin Shalahuddin, oleh karena itu, mereka
mengirimkan 12 (dua belas) orang pada malam hari untuk meneriakkan “Wahai
keluarga ‘Aliy, wahai keluarga ‘Aliy,” guna mencari perhatian dari kalangan
awam untuk menyambutnya, namun tidak ada seorang pun yang menyambutnya dan
tidak ada seorang pun yang menghalanginya.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 12/404, al-Hafizh Ibnu Katsir]
سَنَةُ
تسع وثمانين وخمسمائة
Tahun 589 Hijriyah
فيها
كانت وفاة السُّلْطَانُ الْمَلِكُ النَّاصِرُ صَلَاحُ الدِّين يُوسُفُ بْنُ أيوب
رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى.
Pada tahun ini, wafatnya Shulthan al-Malik an-Nashir
Shalahuddin Yusuf bin Ayyub Rahimahullahu Ta’ala.
[Al-Bidayah wa an-Nihayah 13/5, al-Hafizh Ibnu Katsir]
0 comments:
Post a Comment